Pakistan Izinkan Salat Berjamaah Selama Ramadhan
ISLAMABAD, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Pakistan mengmbil keputusan kontroversial dengan mengizinkan salat berjamaah di masjid-masjid selama Ramadhan, sementara banyak negara telah memutuskan untuk membatasi pertemuan massal di masjid selama Ramadhan, menurut laporan Dawn.
Keputusan itu telah memicu kekhawatiran di kalangan profesional perawatan kesehatan negara itu, yang memperingatkan hal itu dapat membahayakan respons negara terhadap pandemi COVID-19.
Terlepas dari keprihatinan mereka, kehadiran warga pada waktu salat diperkirakan akan tinggi, terutama untuk salat malam. Qaiser Sajjad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Medis Pakistan (PMA), mengatakan, "PMA prihatin dengan situasi ini. Kami khawatir kasus virus bisa naik karena pertemuan massal. Kami hanya bisa berharap orang-orang akan mengikuti langkah pencegahan," katanya dikutip Arab News, Kamis (23/4).
Dia menambahkan bahwa Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, telah memperingatkan bahwa kasus virus kemungkinan akan meningkat pada pertengahan Mei. "Jika dua masjid suci di Mekah dan Madinah dapat memperpanjang penangguhan salat selama Ramadhan, mengapa tidak di Pakistan?" Sajjad bertanya. Dia menambahkan bahwa jarak sosial dan isolasi telah terbukti penting untuk memperlambat penyebaran penyakit.
Keputusan Pemerintah dan Ulama
Setelah pertemuan antara Presiden Pakistan, Arif Alvi, dan para pemimpin agama pada 18 Sabtu (18/4), pemerintah memutuskan untuk mencabut batasan jumlah jemaat selama Ramadhan dan menerapkan standar prosedur operasi 20 poin untuk mencegah penyebaran infeksi.
"Melanggar SOP ini akan seperti dosa, karena semua ulama dan mashaikh (pemimpin agama dan spiritual) telah menyetujuinya," kata Alvi setelah pertemuan.
Sesuai dengan prosedur, masjid harus melepas karpet dan membersihkan lantai. Anak-anak dan orang di atas 50 tahun tidak akan diizinkan masuk. Juga disepakati bahwa pertemuan akan mengikuti rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bagi orang untuk menjaga jarak enam kaki dari satu sama lain.
Ketua Majelis Ulama Pakistan (PUC), Hafiz Tahir Mehmood Ashrafi, mengatakan bahwa itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah dan para pemimpin agama untuk memastikan bahwa langkah-langkah keselamatan diperhatikan.
"Jika para ulama melihat adanya pelanggaran terhadap SOP yang disepakati, mereka harus segera melaporkannya kepada pemerintah," kata Ashrafi. Dia menambahkan bahwa banyak pemimpin agama menawarkan salat tarawih di rumah mereka untuk memberikan contoh bagi para jamaah.
Dapat Ditinjau Kembali
Khan mengatakan pada hari Selasa bahwa jika tindakan pencegahan di masjid tidak diikuti selama bulan Ramadhan, pemerintah dapat meninjau kembali keputusannya mengizinkan salat berjamaah. "Saya mendesak orang untuk salat di rumah, tetapi jika mereka ingin pergi ke masjid mereka harus mengikuti pedoman yang disepakati ini," kata perdana menteri dalam pidato yang disiarkan televisi.
Ketua Dewan Ideologi Islam (CII), Dr. Qibla Ayaz, mengatakan bahwa CII telah menganjurkan ibadah di rumah selama beberapa pekan. "Dalam rekomendasi yang dikeluarkan pada 2 April dan 9 April, CII meminta orang-orang untuk salat di rumah mereka," katanya. Adalah tanggung jawab para ulama untuk memastikan implementasi pedoman keselamatan pemerintah. "Tentu saja, ini akan menjadi tantangan," katanya dikutip Arab News.
Pemerintah provinsi di Pakistan telah memberlakukan pembatasan pada pertemuan masjid sejak wabah COVID-19 dimulai, dengan tidak lebih dari lima orang untuk hadir. Namun langkah-langkah tersebut telah memicu serangan balasan di negara itu, dengan petugas polisi yang mencoba menegakkannya terkadang menghadapi perlawanan keras.
Peningkatan tajam dalam kematian terkait COVID-19 telah dicatat di Pakistan pekan ini. Lebih dari 200 orang telah meninggal, dengan lebih dari 10.000 infeksi tercatat pada hari Rabu.
Editor : Sabar Subekti
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...