Palestina Minta Pemungutan Suara Resolusi di DK PBB
pemungutan suara untuk menetapkan resolusi batas akhir penarikan pasukan Israel di pendudukan pada November 2016; Usulan Palestina di bawah bayang-bayang veto oleh negara sekutu Israel.
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Duta Besar Palestina untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), hari Jumat (17/10) mengatakan bahwa pemerintahnya menginginkan Dewan Keamanan PBB mengadakan pemungutan suara sebelum akhir tahun ini terkait resolusi yang menetapkan November 2016 sebagai batas akhir bagi pasukan Israel untuk mundur dari semua wilayah Palestina.
Dubes Palestina, Riyad Mansour, mengatakan bahwa jika resolusi digagalkan, yang diperkirakan hampir pasti, karena adanya oposisi dari sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, dan negara lainnya, Palestina akan menggunakan pilihan lain.
"Ini bukan sebagai latihan terbuka," katanya. "Pilihan utama adalah maju dalam pemungutan suara," kata dia sebagaimana dikutip Al Arabiya.
Sebelumnya, para pejabat Palestina mengatakan bahwa mereka memegang tujuh suara setuju (ya) di Dewan Keamanan yang beranggota 15 negara, dan tengah mencari tambahan dukungan. Minimal sembilan suara dibutuhkan untuk mendapat persetujuan, dan juga memperkirakan digunakannya hak veto oleh salah satu dari lima anggota tetap, termasuk Amerika Serikat.
Rancangan resolusi itu adalah ekspresi frustrasi Palestina dengan berulangnya kegagalan negosiasi dengan Israel yang dipimpin AS, terutama pada point tentang negara Palestina merdeka. Putaran terakhir perundingan rusak pada bulan April, setelah sembilan bulan pembicaraan tanpa hasil di mana kedua pihak tidak setuju pada aturan-aturan dasar.
Mansour mengatakan bahwa Palestina tidak akan kembali "negosiasi dalam bentuk yang sama yang telah membawa kita tidak bergerak selama lebih dari 20 tahun."
Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, awal bulan ini meminta batas waktu untuk penarikan Israel. Dia mengatakan bahwa Amerika Serikat sangat percaya satu-satunya solusi untuk konflik Israel-Palestina adalah melalui negosiasi antara kedua pihak.
Duta Besar Israel untuk PBB, Ron Prosor, mengatakan bahwa ketika draft resolusi Palestina mulai beredar, hal itu sebagai "melewati negosiasi dengan mengambil tindakan sepihak" dan "menghindari dialog yang riil."
Kerangka Waktu
Mansour mengatakan Palestina berkomitmen untuk pemungutan suara tentang resolusi itu dan "pusat dari resolusi kami adalah kerangka waktu."
Dia mengatakan bahwa salah satu pilihan yang akan ditempuh jika rancangan resolusi digagalkan adalah Palestina akan menggunakan beberapa perjanjian dan konvensi dan mengajukan ke Mahkamah Pidana Internasional.
Ketika Majelis Umum PBB mengakui tentang negara Palestina di Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem timur pada Oktober 2012, Palestina memperoleh hak untuk menjadi anggota pada lembaga-lembaga PBB dan badan-badan perjanjian dan bisa mengajukan gugatan mereka atas penyelesaian pembangunan Israel di wilayah pendudukan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang independen. Awal tahun ini, Palestina bergabung dalam 15 perjanjian dan konvensi internasional.
"Kami ingin menciptakan fakta hukum di lapangan bahwa kita ada sebagai sebuah negara," kata Mansour. Dia menambahkan bahwa bergabung dalam perjanjian, konvensi dan ICC akan memperluas "pengakuan ekistensi negara Palestina."
Palestina bergabung dalam UNESCO di Paris, Prancis pada tahun 2011 sebelum menjadi negara pengamat PBB. Hal itu yang mengarah pada penghapusan larangan dana AS untuk lembaga pendidikan, ilmiah dan budaya yang di bawah hukum AS untuk mendukung setiap lembaga PBB di mana Palestina menjadi anggotanya.
Mansour juga mengatakan bahwa Palestina juga dapat meminta Majelis Umum PBB di mana resolusi itu tidak mengikat secara hukum, namun tidak ada penggunaan veto.
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...