Pameran Ilustrasi Sastra “Vignet & Skets”
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Cobalah bertanya pada generasi milenial apa yang mereka ketahui tentang vignet (vignette)? Bisa jadi Anda akan mendapatkan jawaban, vignet adalah munculnya warna atau efek gelap yang muncul pada bagian pojok atau tepian foto/gambar yang diambil menggunakan kamera sementara pada bagian tengah foto warnanya normal seperti biasanya.
Jawaban berbeda akan diberikan pada mereka yang tumbuh pada tahun 1990-an atau sebelumnya. Pada generasi ini mereka mengenal istilah vignet dalam dunia fotografi dan juga vignet sebagai ilustrasi pada halaman media cetak dengan goresan garis dalam bentuk sketsa, karya grafis, maupun drawing biasanya dibuat dalam gaya dekoratif.
Vignet berasal dari bahasa Prancis yaitu Vignette yang berarti batang anggur. Vignet berkembang di Prancis sebagai seni hias buku yang kerap digunakan dalam seni grafika ataupun arsitektur. Dengan bentuk dan ilustrasi yang unik-dekoratif itulah vignet banyak digemari remaja di Indonesia hingga era akhir 1970-an sebagai media hiburan dan ekspresi.
Mengawali tahun 2019 Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) menggelar pameran ilustrasi sastra “Vignet & Skets”. Pameran berlangsung 22-30 Januari mempresentasikan sebagian besar repro karya vignet-skets-karya grafis yang digunakan sebagai ilustrasi pada majalah Budaya (1950-an), Basis (1960-an), Horison, Prisma, Kalam, Citra Jogja, Caraka, hingga majalah remaja Hai. Turut pula dipamerkan beberapa karya vignet-sketsa pada buku tulis bergaris yang dibuat Sandhana sekitar akhir tahun 1960-an.
Pada masanya dalam rentang tahun 1950 hingga akhir 1970-an vignet dan sketsa kerap menjadi ilustrasi majalah sastra-budaya. Majalah sastra menjadi media ekspresi seniman-perupa menampilkan karya-karyanya mengingat adanya keterikatan rasa antara dua disiplin ilmu seni tersebut. Kurator BBY Hermanu mengibaratkan, jika sastra adalah air maka karya vignet-sketsa adalah ikan-ikan kehidupan yang mengisinya. Pengibaratan tersebut tidak berlebihan, rentang tahun tersebut dunia cetak di Indonesia sedang berkembang dan karya seni rupa dalam citraan monochrome hitam-putih mendapatkan tempatnya mengingat teknologi cetak massal berwarna mulai berkembang pada awal tahun 1980-an.
Pada periodesasi waktu tersebut seniman-perupa muda pada masanya banyak mengisi majalah/buku dengan ilustrasi karyanya. Rusli, Widayat, Nasyah Djamin, Bagong Kussudiarja, Fadjar Sidik, Batara Lubis, dan S Ratmojo sering menyumbangkan karya vignet-skets kepada redaksi majalah Budaya terbitan Djawatan Kebudajaan Kementrian PP&K melengkapi karya sastra prosa-puisi yang dimuat.
Masa berikutnya majalah kebudayaan Basis yang terbit di Yogyakarta sering memuat sumbangan karya vignet-sketsa dari Jeihan, Amri Yahya, Suminto diikuti era keemasan karya vignet-sketsa di media cetak dalam rentang tahun 1970 hingga 1980-an. Era ini ditandai dengan demam ber-vignet di kalangan kaum muda di berbagai tempat di Indonesia. Vignet menjadi medium ekspresi dan hiburan yang murah di kalangan kaum muda saat itu.
“Era vignet berakhir lebih dulu dibandingkan berakhirnya era media cetak. Ruang kosong yang dulu berisi vignet-sketsa berangsur-angsur digantikan dengan iklan-promosi lainnya. Vignet semakin kehilangan ruang ketika era digitalisasi berkembang pesat,” jelas pengelola BBY Yunanto Sutyastomo dalam tulisan pameran.
Ketika perkembangan informasi dan teknologinya yang tidak terelakkan seolah memakan korban media cetak anaknya sendiri di saat cara baca, cara pandang berubah dalam banyak hal, vignet-sketsa-karya grafis sebagai ilustrasi media cetak salah satunya.
Editor : Sotyati
Pemberontak Suriah: Kami Tak Mencari Konflik, Israel Tak Pun...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Pemimpin kelompok pemberontak Islamis Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), ...