Pameran Koleksi Museum dan Tanah Liat
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 40 karya seni dua-tiga matra koleksi ruang seni Museum Dan Tanah Liat dipamerkan.
Museum Dan Tanah Liat bermula dari sebuah studio seni pribadi milik Ugo Untoro yang didirikan pada tahun 1998. Banyaknya kolega sesama seniman-perupa yang ikut berproses karya di MDTL, akhirnya mendorong Ugo membuka studio pribadinya sebagai tempat workshop bagi seniman yang ingin berkarya. Berawal dari ketiadaan museum seni rupa di Indonesia, pada 10 Agustus 2003 studio tersebut diinisiasi menjadi sebuah museum seni dengan nama Museum Dan Tanah Liat.
Bagi seniman-perupa, studio adalah ruang pribadi yang menjadi laboratorium seni yang menunjukkan proses berkarya, pengembangan pengetahuan baru, dan dokumentasi atas miniatur sejarah. Tentu hal tersebut berbeda dengan museum.
Ketiadaan museum seni rupa di Indonesia yang disediakan negara hingga hari ini menjadi salah satu kendala sulitnya memotret perkembangan dan perjalanan seni rupa Indonesia dari waktu ke waktu. Kalaupun ada, museum-museum lebih bersifat privat yang dimiliki oleh seniman dengan koleksi yang terbatas, minimnya kegiatan pengarsipan-dokumentasi, serta kemudahan akses bagi masyarakat umum.
Dalam hal koleksi karya, MDTL melakukan pendekatan dengan kecenderungan mengoleksi karya seni dari seniman-perupa muda pada masanya. Tercatat dalam pameran pertama koleksi MDTL yang berlangsung hingga 25 Februari di antaranya karya mendiang Yustoni ‘Toni’ Volunteero tanpa judul (untitled) dalam medium cat akrilik di atas kertas dengan ukuran 40cm x 60cm pada dua kertas terpisah. Karya tersebut dibuat saat Toni berusia 33 tahun.
Lukisan berjudul Heavy Rain and Rabbit karya Yani Halim dan lukisan berjudul General karya Tommy Tanggara bertahun 2002, ataupun lukisan tanpa judul karya Harlen Kurniawan dikoleksi MDTL saat seniman bersangkutan membuat karya di bawah usia 40 tahun, bahkan sebagian besar karya yang dipamerkan dibuat seniman-perupa bersangkutan saat belum berusia 35 tahun. Dalam empat tahun terakhir istilah seniman-perupa muda menyeruak ke permukaan dunia seni rupa dengan batas psikologis usia 35 tahun beserta proses pencapaian karyanya.
Mengamati pameran pertama koleksi MDTL ada beberapa hal menarik terkait karya seniman-perupa muda tersebut. Selain menjadi gambaran proses pencapaian dari seniman, karya-karya yang tersaji sekaligus menjadi potret dan reportase atas realitas yang sedang dan telah dilaluinya. Dalam sebuah sketsa di atas kertas berjudul Kamal Madura dibuat Tino Sidin pada tahun 1968, pengunjung akan dibawa pada atmosfer dermaga penyeberangan Ujung Kamal pada tahun itu.
Begitupun dengan karya berjudul 14 Oktober ’98 Jakarta-Yogyakarta Rp. 35.000 yang dibuat mendiang S. Teddy Darmawan pada tahun 2003 dalam medium cat minyak di atas kertas, Teddy mencoba membuka memori saat dirinya ulang-balik Yogyakarta-Jakarta memotret dinamika politik sekaligus menjadi salah satu pelaku gerakan mahasiswa pada tahun 1998. Selain menjadi gambaran pencapaian proses karya, 14 Oktober ’98 Jakarta-Yogyakarta Rp. 35.000 menjadi sebuah reportase kejadian sosial-poltik pada tahun 1998 dalam rekaman memori Teddy yang coba dibangkitkannya pada tahun 2003.
Dihubungi pada Senin (18/2), pengelola MDTL Trisni Rahayu menjelaskan bahwa pameran koleksi akan menjadi program reguler MDTL.
“Ini sedang kita siapkan untuk pameran kedua. Waktunya menyusul. Keseluruhan koleksi yang dimiliki (MDTL) saat ini sekitar 98-an karya,” jelas Trisni kepada satuharapan.com.
Lebih lanjut Trisni menjelaskan selama pameran rencananya akan diselenggarakan diskusi seputar karya yang dipamerkan. Pameran koleksi MDTL akan berlangsung di Museum Dan Tanah Liat, Dusun Kersan Rt. 5, Tirtonirmolo, Kasihan-Bantul hingga 25 Februari 2019.
Editor : Sotyati
Indonesia Kirimkan Bantuan 2,7 Juta Dosis Vaksin Polio bOPV ...
YANGON, SATUHARAPAN.COM- Pemerintah Indonesia mengirimkan bantuan berupa 2,7 juta dosis vaksin Polio...