Pameran "Miror #1": Merentang Persahabatan Dua Bangsa Serumpun
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah komunitas seni yang baru dibentuk pada akhir 2016 terdiri dari Ahmad Zuhair Firdaus (AZF) Tri Hadiyanto, Anugerah Eko T, Astuti Kusumo dan Alex Luthfi R, bersama tiga perupa asal Universitas Teknologi MARA (UiTM) Malaysia Mohd. Fazli Othman, Mohd. Suhaimi Tohid, Rahman Amin menggelar pameran bersama bertajuk "Mirror #1" di TeMBi Rumah Budaya, Jalan Parangtritis Km 8.4 Bantul.
Pameran yang rencananya pameran akan digelar pada Juli 2017, namun takdir berkehendak lain. Pada bulan Juni 2017 AZF Tri Hadiyanto meninggal dunia dan pameran ditunda hingga Oktober 2017. Pameran seni rupa bertajuk "Mirror #1" dibuka oleh kakak kandung AZF Tri Hadiyanto, Dwi Hadiyanto bersama istri mendiang, Rabu (18/10) malam.
"Event kesenian di Yogyakarta baik seni pertunjukan maupun pameran seni rupa tidak sekedar memamerkan karya atau mempertunjukkan perform seni, tapi juga sebagai media srawung antar seniman. Mudah-mudahan dengan pameran ini, seniman Malaysia bisa mengenal lebih jauh seniman Yogyakarta (Indonesia) dan sebaliknya." kata Totok Bharata dari TeMBi dalam sambutan pembukaan pameran.
Mewakili seniman tamu, Mohd. Suhaimi Tohid yang juga dosen pada UiTM Syah Alam-Malaysia menjelaskan bahwa pameran ini menjadi jalan bagi kerjasama dua institusi UiTM dan ISI Yogyakarta.
"Setelah Mirror #1, nanti kita selenggarakan Mirror #2 di Malaysia. Kawan-kawan dari Yogyakarta datang ke sana dan berpameran bersama." jelas Suhaimi.
Karya Suhaimi berjudul "Black Goat" dalam mix media menggabungkan teknik etching pada kuningan dalam ukuran yang cukup besar dipadu dengan kanvas menjadi perpaduan karya dua dimensi dan tiga dimensi. Mohd. Fazli Othman memamerkan dua karya lukisan berjudul "Hanya Makan Tulang" dan "Aku Tidak Janji Bulan dan Bintang, tetapi...", sementara Rahman Amin memanfaatkan media mild steel membuat karya tiga dimensi memanfaatkan bidang segitiga, segiempat
Beberapa karya AZF Tri Hadiyanto yang bercirikan sekumpulan bidang dan garis yang membentuk irama dan gaya khas, sepintas surealistik, turut dipamerkan. Objek-objek lukisannya dibentuk oleh beragam model garis yang bersifat amorf (tidak mempunyai bentuk geometri tertentu). Lulusan Seni Grafis - Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB dalam beberapa tahun terakhir membuat lukisan serta karya yang seolah menjadi ciri khasnya: monochrome (warna hitam di atas media cerah/putih). Dalam pameran "Mirror #1" dipamerkan karya lukisan Tri Hadiyanto yang berwarna.
Pada 15-25 Januari 2015 AZF Tri Hadiyanto berpameran di Sellie Cafe Prawirotaman Yogyakarta. Bagi TeMBi sendiri, Tri Hadiyanto bukanlah nama baru. Dengan mengusung tajuk ‘Reunion: A Black White Celebration", Tri Hadiyanto menggelar pameran tunggal di TeMBi pada 21 November – 9 Desember 2012. Satu karya lukisannya berjudul "Reunion" (2008/akrilik di atas kanvas) turut dipamerkan.
Satu karya grafis di masa awal berkaryanya menjadi karya yang menarik. Tri Hadiyanto membuat karya grafis berjudul "Kota IX" dalam berbagai teknik: etching, lithografi, woodcut, serta cetak saring dalam satu karya. Teknik lithografi bagi seniman grafis Indonesia mungkin sebuah kemewahan, beruntung Tri Hadiyanto bisa mencobanya saat masih di ITB.
Astuti Kusumo menjadi satu-satunya seniman non-akademik (otodidak) yang turut berpameran. Setelah pada April 2017 Astuti berpameran tunggal dalam dominasi karya karakter wayang dengan warna coklat-merah-biru gelap, delapan lukisan dipamerkan dengan kuda sebagai obyek lukisan. Dalam enam lukisan seri, Astuti seolah bermain-main mengeksplorasi warna-warna yang lebih cerah dibanding karya-karya sebelumnya.
Satu karya lukisan berjudul "Mabuk Cinta" dalam sentuhan teknik dan ornamen membatik, Astuti bereksperimen dengan karakter ganjil yang menjadi gambaran visual deformasi sosok perempuan.
"The Wall of Freedom" menjadi salah satu lukisan seri karya Alex Luthfi dengan penggambaran objek manusia, flora dan fauna dalam metafor dari indahnya harmonisasi kehidupan yang diimpikan manusia. Lukisan series tersebut beranjak dari tragedi kemanusiaan di Rohingya akhir-akhir ini. Sementara Angerah Eko T dengan berbagai varian warna dan goresan kuas yang ekspresif mengolah eskpresi dari karakter wajah manusia, salah satunya berjudul "Complicated Head".
"Mirror #1" menjadi ruang bagaimana dua bangsa mencoba menjalin hubungan yang intim sebagai bangsa serumpun. Ketika ketegangan kerap mewarnai hubungan antara hubungan dua bangsa yang bertetangga, merentangkan persahabatan melalui seni bisa menjadi pilihan.
Pameran seni rupa "Mirror #1" akan berlangsung hingga 7 November 2017 di TeMBi Rumah Budaya, Jalan Parangtritis Km 8.4 Bantul.
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...