Pameran Presentasi Karya "Sihir Kata"
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lima dari sepuluh seniman muda yang mengikuti program Seniman Pasca Trampil (SPT) 2019 di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) Dusun Kembaran RT 04 Tamantirto, Kasihan-Bantul mempresentasikan karya proses selama kegiatan yang sudah berlangsung sejak bulan Februari 2019.
Presentasi karya berjudul "Sihir Kata" dibuka seniman-musisi Djaduk Ferianto, Jumat (12/7) malam. Dalam sambutannya Djaduk menyampikan perlunya menghadirkan tafsir-tafsir baru atau penambahan wacana didalam berproses kesenian dalam realitas dunia dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin canggih dan terhubung.
“(Tafsir baru) atau penambahan wacana ini yang coba dihadirkan kembali. Di jagad kesenian kita mungkin berpikir kedepan bahwa lintas disiplin menjadi titik pijak di dalam impresi kesenian. Seni rupa mungkin juga bisa seorang koreografer begitu juga sebaliknya. Semua itu bisa kemana-mana. Tetapi, pengembangan wacana tidak sekedar okol. Dunia seni rupa pada masa 60-80 an masih terjebak pada teknis. Setelah periode itu mulai dibuka pengetahuan-pengetahuan aspek seni rupa di luar teknik. SPT salah satunya mengembangkan wacana, dunia tafsir, dan mencoba membangun semangat baru untuk Indonesia kedepan,” jelas Djaduk dalam sambutan pembukaan pameran, Jumat (12/7) malam.
Lima seniman muda yang mempresentasikan karyanya adalah Asmiati Sihite, Azwar Ahmad, Briyan Farid Abdillah Arif, Muhrizul Gholy, dan Theodora Melsasail. Pameran berlangsung 12-30 Juli 2019.
Dalam karya berjudul Refleksi Waktu, Asmiati Sihite merekam trauma dalam relasi di dalam sebuah keluarga sebagai jalan untuk mencari solusi penyembuhan atas trauma tersebut. Trauma healing kerap dilakukan dengan menghadirkan peristiwa yang pernah dialami bukan untuk mengingat peristiwa kelam di masa lalu namun untuk mencoba membaca realita yang pernah terjadi. Dalam karya sketsa-drawing yang dibuat Asmiati, potongan-potongan puzzle peristiwa dicoba dirangkai dalam sebuah peristiwa untuk menumbuhkan energi positif dalam proses penyembuhan.
Aswar Ahmad mencoba melempar wacana dalam karya instalasi berjudul Formatif dalam realitas dunia yang penuh dengan persaingan, sementara Briyan Farid bermain-main dengan perspektif dalam karya berjudul Sugesti Prestise memanfaatkan cermin pecah yang ditempel pada dinding ruang pamer dan mengajak pengunjung untuk melihat kedalam dirinya dalam membaca realitas yang dihadapiya dalam bingkai kata Tabah.
Dalam karya instalasi berjudul Ruang Komunikasi, Theodora Melsasail mengangkat realitas komunikasi yang kerap terjadi antara anak-orang tua. Realitas komunikasi yang terjadi selalu berubah seiring perkembangan jaman, namun tetap masih menyisakan pekerjaan rumah dimana kerap tidak hadirnya orang tua dalam ruang komunikasi tersebut. Masalah klasik tersebut semakin meningkat manakala perkembangan teknologi yang begitu masifnya hari ini telah mengubah pula pola-pola komunikasi antara orang tua dan anak. Disadari ataupun tidak.
Muhrizul Gholy memberikan narasi awal pada karya berjudul Kalis Sasmita dengan kalimat yang cukup dalam Manusia itu tidur. Ketika mati ia terjaga. Tafsir atas tafsir mimpi yang sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat dieksplorasi kembali oleh Izul dalam karya instalasi memanfaatkan bantal-guling dan potongan-potongannya yang melayang di atas serakan kertas dan buku-buku. Sebagai sebuah karya seni rupa, karya Izul cukup kuat menyentak kesadaran pada realitas mana manusia hidup: saat tertidur ataukah saat terjaga? Tafsir mimpi Izul bisa membawa energi positif dalam banyak hal, jangan takut bermimpi dan jangan takut pula untuk membawanya dalam realita saat terjaga. Dalam eksplorasi lintas disiplin seni, karya Izul menawarkan banyak hal menarik.
Bersamaan presentasi SPT ditampilkan juga karya proses lima belas pelajar yang terlibat dalam program Belajar Bersama Maestro (BBM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Lima belas pelajar mengikuti BBM bersama seniman-musisi Djaduk Ferianto selama dua minggu di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK), 1-14 Juli 2019.
“Sebelumnya, bayangan saya tentang BBM itu belajar dan berinteraksi kepada maestro bagaimana sehari-harinya. Ternyata setelah ikut BBM diluar perkiraan, selain dapat ilmu seni musik juga dapat dasar-dasar ilmu seni lainnya. Juga belajar lebih dalam lagi tentang keanekaragaman budaya di Indonesia, toleransi, kerjasama, kedisiplinan. Lebih banyak lagi yang kami dapatkan. Semoga ini bisa menambah bekal saya untuk terus berkesenian, dan dikembangkan lagi apa yang telah didapatkan di BBM,” ungkap Fajar Hilmi Indrawan, pelajar kelas XI SMA N 1 Bangkalan-Madura yang ikut dalam program BBM di PSBK kepada satuharapan.com, Jumat (12/7) malam.
Program BBM di Yogyakarta diselenggarakan di beberapa tempat yakni bersama Putu Sutawijaya (seni rupa), M Miroto (seni tari), Didik Nini Thowok (seni tari), Angki Purbandono (seni media rekam-fotografi) dan Djaduk Ferianto (seni musik) dengan masing-masing 15 pelajar SMA dari berbagai tempat di Indonesia.
“Tema kali ini adalah toleransi, selama dua minggu belajar (di PSBK) tentang keindonesiaan melalui bunyi-bunyian. Yang paling penting adalah bagaimana mereka (anak-anak muda) mendapat kesempatan untuk membangun karakter yang nantinya akan menempati posisi penting di kemudian hari. Kebetulan pada program Seniman Pasca Trampil PSBK tahun ini juga memperbincangkan tentang toleransi. Selama dua minggu peserta BBM berproses bersama dan membuat aransemen lagu-lagu daerah, perform perkusi, serta meng-cover lagu Dari Sabang Sampai Merauke sesuai versi yang mereka tampilkan tadi,” jelas Djaduk, Jumat (12/7) malam.
Program-program Seniman Pasca Trampil maupun pelajar yang ikut dalam program BBM adalah investasi Indonesia di masa depan. Mereka-merekalah yang akan menempati posisi penting di kemudian hari.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...