Pameran Seni Rupa "Batu Bertutur" di Bentara Budaya Yogyakarta
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebagai rangkaian menyambut ulang tahunnya yang ke-36, selama 15-23 September 2018 Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) menghelat pameran seni rupa bertajuk "Batu Bertutur".
Pameran yang dibuka Sabtu (15/9) malam menyajikan karya seni rupa dua-tiga matra dengan menjadikan batu sebagai obyek maupun medium karya. Dua puluh enam seniman-perupa dengan karyanya melengkapi lima belas batu alam koleksi yang dipinjamkan dari Ohana Gallery-Jakarta memberikan tawaran tentang keindahan dan kedalaman rasa dari batu.
Ohana Gallery yang berada di tengah Kawasan Industri Jatake Tangerang dengan kanan kirinya dikelilingi bermacam pabrik, merupakan sebuah galeri seni rupa milik Telly Liando yang mulai dibuka untuk umum bulan Juli lalu. Beragam karya seni rupa dua-tiga matra adalah koleksi pribadi Telly Liando yang tersimpan pada rumah panggung kayu model sebagai bangunan inti galeri dikelilingi tiga gedung galeri baru, masing-masing diberi nama: Kamadhatu, Sukhawati, Vipassanay. Bangunan-bangunan galeri yang berdiri di atas lahan seluas 3.000 m2. Berada di tengah ladang industri yang setiap hari dihiasi deru mesin, lalu lalang ribuan pekerja, dan keluar masuk truk hingga tronton, Ohana Gallery seolah menjadi oase/mata air kesejukan hiruk-pikuknya kota.
Lima belas batu alam koleksi yang dipinjamkan Ohana Gallery untuk pameran "Batu Bertutur" terdiri dari berbagai macam batu mulai dari red jasper, unakite jasper, kayu-kayu yang membatu (petrified wood), ammonite, amandalite crystal, maupun multicolor jasper.
Dalam tulisan pengantarnya, kurator BBY Hermanu menjelaskan ketika agama belum ada, dan orang hidup dalam keyakinan animisme, orang percaya bahwa batu itu hidup, atau di dalam batu itu ada jiwa yang menghuni sehingga sampai saat ini masih dijaga bahkan untuk sekedar memindahkannya pun memerlukan perlakuan ataupun ritual khusus.
Hermanu memberikan gambaran bahwa di Kali Boyong, tak jauh dari Sendang Bagong yang berada di bawah tebing Karang Klethak, dusun Wonorejo, Hargobinangun, Pakem misalnya, ada sebuah batu yang disebut Kyai Rante Mas. Menurut dongeng, batu itu tak pernah bergerak kendati hantaman lahar dingin yang membawa batu-batuan dari Gunung Merapi. Batu itu dikelilingi sebuah rantai terbuat dari emas. Banyak orang pencari kesaktian datang ke Kali Boyong, bertirakat di malam hari dan mencoba mengambil rantai emas itu untuk dijadikan pusaka, tapi mereka tak pernah berhasil. Mereka bahkan terpental ketika mencoba mengambilnya.
Mitos Kyai Rante Mas diinterpretasi pematung Darmawan Saputra dalam karya berjudul "Rante Mas" dengan sebuah figur yang terikat pada rantai menggunakan material batu lava andesit Merapi. Sementara pada karya berjudul "Kepala Batu" pematung Dunadi melubangi batu karyanya berbentuk menhir dan meletakkan otak berwarna emas dalam ekspos cahaya dari bawah. Kata "batu" banyak digunakan sebagai kiasan dalam Bahasa Indonesia semisal “kepala batu”, “hati sekeras batu”.
Pematung yang kerap menggunakan batu sebagai medium karyanya Basrizal Albara membuat karya berbahan kecubung/amatis. Karya berjudul "Senandung Bunga Teratai 2019" dibuat Albara dalam ukuran 64 cm x 66 cm x 15 cm, sebuah dimensi yang cukup besar untuk karya tiga matra berbahan batuan alam kecubung amatis. Sementara perupa Komroden Haro mengeksplorasi batuan marmer yang berasal dari Kuningan (Jawa Barat) dalam karya berjudul "Couple".
"Bahannya kecubung-amatis dari Kalimantan yang saya dapatkan beberapa tahun lalu," jelas Albara kepada satuharapan.com pada pembukaan pameran "Tanda Mata XII" Selasa (4/9) malam.
Dua karya dari Albara dan Komroden Haro melengkapi lima belas koleksi batu alam Ohana Gallery menyajikan visual artistik yang terkandung di dalam sebongkah batu. Guratan-guratan, warna-warni, serta kandungan mineral seolah menjadi catatan perjalanan batu-batu tersebut melintasi jaman. Pada karya-karya itulah sebuah catatan perjalanan benar-benar membatu dalam keindahan.
Seniman-perupa Laksmi Sitharesmi merekonstruksi lukisan-lukisan purba yang ada di dinding-dinding batu gua dalam teknik monoprint di atas kain perca berjudul "Catatan Para Batu". Lukisan gua adalah coretan, lukisan, atau cap yang terdapat di dinding gua atau tebing yang dibuat oleh orang-orang purba dari Zaman Batu Tua (Paleolitikum) sebagai medium untuk menyampaikan pesan atau catatan-catatan peristiwa. Pigmen pewarna yang sering digunakan dalam membuat lukisan di dinding gua meliputi oker merah dan kuning, hematit, oksida mangan dan arang.
Sebagai catatan, baru-baru ini ilmuwan dari Universitas Bergen di Norwegia dan Universitas Witwatersrand dalam sebuah penelitian menemukan lukisan pada sebuah pecahan batu kecil di Afrika Selatan, yang diyakini sebagai gambar tertua yang pernah dibuat manusia. Lukisan berupa garis-garis silang pada batu dengan pigmen merah oker itu diperkirakan berumur sekitar 73.000 tahun. Laporan tersebut menyebutkan, seniman purba menggunakan "krayon berwarna merah oker" untuk menorehkan ke batu tersebut. Umat manusia, telah menggunakan warna merah oker yang terdapat pada pigmen tanah lempung, untuk menggambar setidaknya selama 285.000 tahun.
Pameran seni rupa "Batu Bertutur" akan berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta hingga 23 September 2018.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...