Pameran The Land of Art Bali Tampilkan Karya Kekinian
BADUNG, SATUHARAPAN.COM - Pameran lukisan bertajuk "The Land of Art" di Bali, yang menampilkan karya empat pelukis, membawa pesan pengingat tentang pentingnya seniman mengikuti pembaruan dari masa ke masa dalam upaya mencapai masa depan yang diinginkan.
Empat seniman dari lintas generasi yang menampilkan karyanya di "The Land of Art" tersebut adalah Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar Prof I Wayan Kun Adnyana, pelukis senior Sutjipto Adi, seniman asal Yogyakarta Lugas Syllabus, dan Made Arya Palguna asal Ubud.
Prof Kun Adnyana, di Kabupaten Badung, Kamis (12/10), mengatakan bahwa masa depan seni tergantung dari apa yang dipikirkan soal masa depan hari ini, sehingga setiap hari seorang seniman berproses sesuai kondisi hari ini, ia mencontohkan hadirnya teknologi yang bersanding dengan karya seni saat ini.
“Jadi kekiniannya yang penting, karya seni yang bagus tidak kehilangan konteks kekinian. Sudah terjadi beberapa event berbasis NFT (non fungible tokens) dan unsur AI (kecerdasan buatan). Di samping itu dalam kerja seni digital, terutama di ruang desain terapan, memang teknologi menjadikan dia bisa berkarya leluasa, termasuk mempublikasi dan memasarkan karya,” kata dia.
Dengan demikian, menurutnya, untuk bisa bertahan di bidang seni lukis harus memahami cara kerja teknologi hari ini, tidak hanya sampai di sana, ke depan apa pun kekinian yang muncul harus dapat ditangkap oleh seniman sehingga karyanya tidak akan pernah usang.
Dalam pameran di Bali ini, lukisan karya Prof Kun Adnyana telah memadukan seni dan teknologi, di mana ketika dipindai akan menghasilkan gambar yang bergerak.
Ide pemanfaatan teknologi AI ini digagas oleh Kita Art Friends, yang mencontohkan bahwa ketika seniman juga bisa mengadopsi kemajuan teknologi melalui kolaborasi.
Rektor ISI Denpasar itu mengatakan, dengan seniman mengikuti kekinian sembari mengeksplorasi diri, maka pendapat bahwa lamanya berkarya menentukan bagus tidaknya sebuah karya menjadi terbantahkan.
Prof Kun bahkan mengamati berubahnya hirarki tersebut, di mana panjang karir mulai tidak menjadi patokan bagus tidaknya karya yang dilahirkan seniman.
“Bisa saja dengan eksplorasi yang tinggi dan kuat dalam waktu singkat melahirkan karya bagus. Ada yang hanya 7 sampai 10 tahun sudah bisa membentuk karakter. Umur 20 tahun sudah ada di Gianyar, jadi dia selain eksplorasi juga mengembangkan kekiniannya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kekinian ini berbeda dengan tren, kepada mahasiswanya Prof Kun mengajarkan untuk berkarya dengan bebas, meskipun galeri kerap mencari karya yang sedang tren dan diminati pecinta seni lukis.
“Jadi akan ada kemungkinan karya yang dihasilkan seniman tidak selalu populer dengan imajinasi publik,“ kata dia.
Karya-karya lukis kontemporer yang hadir di pameran The Land of Arts itu selain sebagai pemantik topik mengenai masa depan seni juga dijadikan wadah terbuka bagi masyarakat dan wisatawan pecinta seni.
“Tujuan utamanya memperkenalkan seniman Indonesia, dari berbagai macam genre dan latar belakang kultur yang karyanya tidak hanya tradisi tapi juga kontemporer. Mungkin jarang dilihat, jadi ini bagaimana membawa seni lukis tidak eksklusif hanya di galeri tapi ruang publik,” kata Direktur Seni Kita Art Friends Abdes Prestaka.
Senada dengan itu, Direktur Pemasaran The Apurva Kempinski Bali Melody Siagian menegaskan bahwa pameran lukisan yang berlangsung sebulan itu tanpa dipungut biaya.
Kolaborasi yang memanfaatkan resor tersebut menjadi bagian dari program Powerful Indonesia yang mereka gagas untuk mengenalkan talenta Indonesia, khususnya di bidang seni, seperti empat pelukis di pameran ini yang sudah berkecimpung di tingkat internasional.
“Pameran ini yang ketiga dan siapa pun yang ingin melihat tinggal datang ke sini, tidak ada tiket atau minimal berbelanja, bisa tinggal datang menikmati,” kata Melody.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...