Panduan Militer AS: Wartawan Bisa Dianggap Musuh dalam Perang
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Departemen Pertahanan Amerika Serikat telah menerbitkan buku panduan (manual) pada bulan Juni yang isinya memungkinkan komandan militer untuk menghukum wartawan jika mereka dianggap bersimpati atau bekerja sama dengan musuh.
Pedoman baru Departemen Pertahanan AS itu memungkinkan komandan militer menahan wartawan tanpa batas jika mereka yakin bahwa wartawan bersimpati atau bekerja sama dengan musuh. Demikian diberitakan situs berita Al Araby Al Jadeed.
Ahli hukum militer dan jurnalisme mengatakan bahwa panduan Hukum Perang itu memuat ketentuan yang samar-samar dan komandan militer bisa menafsirkan secara luas. Komandan bisa menyensor wartawan, meminta mereka untuk meninggalkan pangkalan militer atau bahkan menahan mereka sebagai "pihak yang berperang" (unprivileged belligerents), yang menyamakan wartawan sebagai kombatan untuk sejumlah pelanggaran yang terjadi.
Seseorang dianggap sebagai ‘’pihak yang berperang’’ tidak mendapatkan hak-hak yang diberikan oleh konvensi Jenewa, sehingga seorang komandan militer bisa menahan reporter setiap dia dianggap sebagai pihak yang berperang.
"Laporan operasi militer bisa sangat mirip dengan mengumpulkan informasi intelijen atau bahkan memata-matai. Seorang wartawan yang bertindak sebagai mata-mata dapat dikenakan tindakan keamanan dan dihukum jika tertangkap," kata manual itu.
Masalah Interpretasi
Namun, manusal itu tidak secara khusus menentukan apa yang bisa dianggap sebagai mata-mata atau bahkan keadaan di mana seorang komandan bisa "menghukum" wartawan.
"Saya terganggu oleh label ‘’pihak yang berperang’’ yang tampaknya sangat bermusuhan," kata Kathleen Carroll, Editor Eksekutif Associated Press.
"Kedengarannya terlalu mudah untuk menggunakan label pada wartawan jika Anda tidak menyukai pekerjaan mereka, alat yang nyaman untuk mereka yang ingin berperang tanpa pengawasan di luar," kata dia.
Ken Lee, seorang mantan Marinir dan pengacara militer yang mengkhususkan diri dalam masalah "hukum perang" dan sekarang menjalankan praktik swasta, mengatakan bahwa hal itu mengkhawatirkan penahanan jurnalis bisa terjadi oleh interpretasi hukum komandan.
Jika seorang wartawan menulis cerita yang tidak menyenangkan, "apakah ini memberikan dorongan bagi komandan untuk mengatakan, sekarang Anda seorang pihak yang berperang? Saya berharap tidak," kata Lee.
Kebijakan atau Panduan?
Para pejabat Departemen Pertahanan mengatakan referensi untuk "pihak yang berperang" itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa teroris atau mata-mata bisa menyamar sebagai wartawan.
Dalam sebuah wawancara dengan Radio Publik Nasional (NPR), Charles Allen, seorang pengacara Pentagon ditantang untuk menunjuk satu contoh dalam sejarah modern di mana operasi militer terancam oleh laporan lapangan. Dan Allen menjawab, "Saya tidak memiliki kasus-kasus tertentu di seperti itu".
"Manual Anda berkaitan dengan jurnalistik yang buruk, dan Anda tidak dapat menunjukkan contoh," kata Bob Garfield, pewawancara NPR.
"Saya, di sisi lain, dapat menawarkan banyak contoh penyimpangan dan kekejaman. Keprihatinan saya adalah bahwa di tangan seorang komandan buruk, manual seperti itu dapat digunakan sebagai dokumen impunitas bagi komandan yang menjalankan operasi buruk di bawah radar, untuk menyelamatkan diri dari rasa malu, penuntutan atau hal yang lebih buruk,’’ kata dia.
Ketentuan lain dalam manual mengatakan bahwa "serangkaian informasi" dapat ditafsirkan sebagai "mengambil bagian langsung dalam permusuhan." Para pejabat mengatakan yang dimaksudkan itu untuk merujuk pada menyampaikan informasi tentang operasi yang sedang berlangsung, lokasi pasukan atau data rahasia lain untuk musuh.
Para pejabat pertahanan AS mengatakan manual itu menjelaskan hukum untuk tujuan informasi dan bukan merupakan izin bagi siapa saja untuk mengambil tindakan khusus terhadap wartawan dan manual itu bukan kebijakan dan tidak "petunjuk langsung".
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...