Panglima Militer Myanmar Tolak Tuduhan Diskriminasi Agama
YANGON, SATUHARAPAN.COM - Panglima militer Myanmar mengatakan telah memberitahu Paus Fransiskus bahwa “tidak ada diskriminasi agama” di negaranya, di mana aksi kekerasan terhadap warga Muslim-Rohingya telah dikategorikan Amerika Serikat sebagai “pembersihan etnis.”
“Tidak ada diskriminasi agama apapun di Myanmar,” ujar Jenderal Senior Min Aung Hlaing dalam pernyataan yang dipasang kantornya di Facebook.
“Seperti militer juga, kami menjalankan perdamaian dan stabilitas di negara ini,” tandasnya.
Paus Fransiskus, hari Senin (27/11) mengadakan pertemuan dengan panglima militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing ketika memulai lawatannya ke negara di Asia Tenggara itu, untuk membahas aksi kekerasan di negara bagian Rakhine yang telah memaksa lebih dari 620.000 warga Muslim-Rohingya melarikan diri ke negara tetangganya, Bangladesh.
Setelah mengadakan pertemuan selama 15 menit, juru bicara Vatikan Greg Burke mengatakan kedua tokoh itu “membahas tanggungjawab otoritas berwenang di negara itu dalam masa transisi,” sebelum saling tukar cenderamata.
Paus, yang baru pertama kali melawat ke Myanmar, menerima panglima militer itu di kediaman uskup di Yangon, di mana ia akan tinggal hingga hari Kamis (30/11) sebelum melanjutkan lawatannya ke Bangladesh.
Ribuan dari hampir 700.000 warga Katholik di Myanmar menyambut Paus ketika ia tiba di Yangon hari Senin, dan hampir 150.000 warga mendaftar untuk mengikuti misa yang akan dipimpinnya hari Rabu (29/11), demikian menurut juru bicara Gereja Katholik Myanmar Mariano Soe Naing.
Pemimpin Gereja Katholik Roma itu menyebut warga Muslim-Rohingya di negara mayoritas beragama Budha itu sebagai “saudara”, dengan bersuara lantang menentang aksi kekerasan di negara bagian Rakhine yang bermasalah.
Jadwal Paus tidak mencakup lawatan ke kamp pengungsi, tetapi ia diperkirakan akan bertemu dengan sekelompok kecil warga Muslim-Rohingya di Dhaka, ibu kota Bangladesh.
Dalam beberapa pekan terakhir ini, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati kembalinya ratusan ribu warga Muslim-Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh agar tidak menjadi sasaran aksi kekerasan di Rakhine, demikian menurut pernyataan kedua negara.
Tetapi juru bicara badan urusan pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan bahwa kondisi di Rakhine tidak memungkinkan para pengungsi kembali dengan aman dan berkelanjutan. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...