Pansus: Masyarakat Papua Ingin Otsus Dievaluasi Menyeluruh
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Panitia Khusus (Pansus) revisi UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua DPR RI Komarudin Watubun mengatakan suara masyarakat Papua menginginkan agar implementasi Otsus Papua dievaluasi secara menyeluruh.
Dia menilai keinginan masyarakat Papua bukan hanya terkait besaran dana Otsus Papua dan pemekaran wilayah namun juga terkait masih adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah tersebut.
"Kan bukan hanya soal itu (dana Otsus Papua dan pemekaran wilayah) namun ada soal pelanggaran HAM. Namun itu aspirasi, dalam negara demokrasi boleh-boleh saja namun semua nanti melalui pembahasan di pansus dan sikap partai serta fraksi akan melihat urgensinya," kata Komarudin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menilai DPR harus mendengarkan dan melihat apa yang terjadi serta disuarakan masyarakat.
Komarudin menjelaskan ada dua pasal yang diajukan pemerintah dalam revisi UU Otsus Papua yaitu terkait besaran dana Otsus Papua dan kewenangan pemekaran wilayah.
"Jadi ada dua pasal yang diajukan pemerintah dalam revisi UU Otsus Papua. Kita tidak bisa menutup mata bahwa Otsus Papua ada kekurangannya jadi mari diperbaiki," ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan terkait besaran dana Otsus Papua, usulan dana otsus untuk Papua dan Papua Barat yang diusulkan pemerintah dalam revisi UU Otsus adalah naik dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU).
Dia menilai pemerintah tidak cukup hanya dengan menaikkan dana otsus namun harus diperketat dengan regulasi, evaluasi dan pengawasannya agar tidak mengulangi kesalahan yang terjadi selama ini.
"Banyak atau sedikit dana otsus itu sangat bergantung bagiamana manajemen pengelolaannya. Karena selama ini dana otsus yang diberikan sebesar 2 persen dari DAU selama 20 tahun belum dirasakan masyarakat dengan baik, penyebabnya tidak ada regulasi yang baik mengatur secara rinci dan tidak ada evaluasi yang benar," katanya.
Dia mengatakan terkait pemekaran wilayah, seharusnya datang dari usulan DPRP dan MRP, serta faktanya puluhan tahun masyarakat Papua mengusulkan Papua Selatan.
Namun menurut dia usulan tersebut dibatasi UU sehingga tidak diproses hingga saat ini sehingga pemerintah mengusulkan adanya revisi terkait pengaturan mengenai pemekaran wilayah.
"Sekarang pemerintah (menginginkan) agar pemekaran selain usulan dari bawah, pemerintah juga ada ruang untuk melakukan usulan tersebut," katanya.
Dalam UU nomor 21/2001 Pasal 34 ayat 3 huruf (c) angka 2 disebutkan bahwa "Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2 persen dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan".
Dalam draf RUU revisi UU Otsus, usulan dana otsus untuk Papua dan Papua Barat naik dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari DAU.
RUU Otsus Pasal 34 ayat 3 huruf (e) disebutkan bahwa "penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2,25 persen dari plafon Dana Alokasi Umum nasional, yang terdiri atas, pertama, penerimaan yang bersifat umum setara dengan 1 persen dari plafon Dana Alokasi Umum nasional; dan kedua, penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan setara dengan 1,25 persen dari plafon Dana Alokasi Umum nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.
Perubahan lain dalam revisi UU Otsus Papua-Papua Barat adalah terkait kewenangan pemekaran wilayah, yang sebelumnya diatur hanya satu ayat, saat ini dijabarkan hingga tiga ayat.
Dalam UU 21/2001 Pasal 76 disebutkan bahwa "Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang".
Aturan pemekaran tersebut direvisi dalam draf RUU Otsus menjadi tiga ayat, yang disebutkan dalam Pasal 76 yang berbunyi:
Pasal 76
(1) Pemekaran daerah provinsi menjadi provinsi-provinsi dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.
(2) Pemerintah dapat melakukan pemekaran daerah provinsi menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.
(3) Pemekaran daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah.
RI Resmi Tetapkan PPN 12 Persen Mulai 1 Januari 2025
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Indonesia resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Ni...