Pasca Putusan MK, DPD Harus Dilibatkan dalam Pembuatan UU
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyetaraan fungsi legislasi antara DPD dan DPR-RI dalam pembuatan undang-undang, harus dipertahankan. Hal ini diungkapkan Margarito Kamis, seorang pakar hukum tata negara, dalam acara Dialog Kenegaraan “Tanggungjawab Konstitusional Bersama Bidang Legislasi DPR, Presiden, dan DPD RI Pasca Putusan MK RI” Rabu (26/6) di Coffee Corner Gedung DPD RI, Jakarta.
“Hadirnya putusan MK nomor 92 tahun 2012 (tentang kewenangan setara DPR dan DPD) adalah salah satu bentuk yang harus dipertahankan. Ini harus dihargai karena penyetaraan fungsi hukum DPD, DPR harus dipertahankan bagi keadilan kesejahteraan bagi bangsa ini.” tutur Margarito.
Margarito mengatakan kalau DPR yang selama ini hanya yang memutuskan di paripurna (pembicaraan tingkat II), tetapi tidak melibatkan DPD pada pertimbangan awal (pembicaraan tingkat I), maka sekarang saat DPR membahas sebuah rancangan undang-undang yang menyangkut kepentingan daerah harus melibatkan DPD, karena mereka lebih tahu keadaan daerahnya.
Pada acara yang juga menghadirkan pembicara Abdul Hakam Nadja (Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, Fraksi PAN), dan John Pieris (anggota DPD RI Propinsi Maluku) ini, moderator Jaka Surya, mengatakan bahwa ada tanggung jawab konstitusional yang terkait dengan Undang-Undang No.27 Tahun 2009 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) salah satunya yakni DPD dapat membuat usulan terkait sebuah rancangan undang-undang. Terutama rancangan undang-undang yang berkaitan dengan daerah yakni salah satunya Rancangan Undang Undang mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Abdul Hakam Nadja, Wakil Ketua Komisi II DPR-RI dan sebagai pembicara menyatakan bahwa sesuai pada Pasal 22 D UUD 1945 setelah amandemen keempat, maka kini DPD dan DPR RI memiliki beberapa kesamaan kewenangan, antara lain mengajukan RUU setara dengan DPR dan Presiden, kewenangan DPD ikut membahas RUU, kewenangan DPD memberikan persetujuan atas RUU, dan DPD juga dapat menyusun program legislasi nasional.
“Kami melihat bahwa hal itu penting, karena putusan MK tersebut diharapkan di kemudian hari, DPD dan DPR bisa bekerja sama. Dengan berlandaskan pasal 22 D UUD 1945 (tentang kewenangan DPD-RI), Komisi II nantinya banyak bekerjasama dengan DPD, terutama yang menyangkut masalah di daerah,” ujar Abdul Hakam.
Margarito Kamis menyatakan bahwa setelah keputusan MK ini setidaknya ada peluang untuk menyamakan pandangan saat merancang undang-undang, sehingga DPR dan DPD dalam membuat Undang-Undang akan melewati tahapan yang sama.
Senada dengan Margarito, John Pieris anggota DPD RI Propinsi Maluku, memaparkan contoh nyata tentang keterlibatan DPD dan DPR RI.
“Saat kita harus dilibatkan tentang Undang-Undang tertentu, maka DPD akan bekerja dengan semaksimal mungkin. Contohnya adalah Rancangan Undang Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, walau saat itu DPD dilibatkan hanya sampai tingkat I” ujar John.
John Pieris mengatakan bahwa kewenangan DPD sesungguhnya terbatas hanya naskah akademis dan politis terkait dengan sebuah Rancangan Undang-Undang tertentu, saat ini DPD tidak harus menuntut tentang kewenangan yang tidak dimiliki DPD, tetapi DPD harus melaporkan tentang undang-undang itu ke daerah pemilihannya masing-masing.
Editor : Yan Chrisna
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...