Pasukan PBB di Lebanon Diminta Lebih Gesit dengan Peralatan Moderen
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL), yang dikritik oleh Amerika Serikat dan Israel, perlu "lebih gesit," kata Sekjen PBB, Antonio Guterres, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada hari Selasa (9/6) menjelang penggantian pasukan misi pada bulan Agustus.
"Pengangkut personel lapis baja standar tidak sepenuhnya cocok untuk daerah ramai, jalan-jalan sempit dan daerah pegunungan," kata Guterres. Dengan kendaraan transportasi yang lebih ringan, pasukan akan memiliki lebih sedikit pembatasan pada pergerakan mereka, katanya.
Dia juga menyerukan "kesadaran situasional yang lebih baik" untuk UNIFIL. Lebanon dan Israel secara teknis masih berperang, dan UNIFIL biasanya berpatroli di perbatasan antara kedua negara.
UNIFIL Didirikan pada tahun 1978, ditingkatkan setelah perang selama berbulan-bulan pada tahun 2006, dan ditugaskan untuk menjamin gencatan senjata dan penarikan Israel dari zona demiliterisasi di perbatasan.
UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) dapat memiliki hingga 10.000 tentara di darat, memantau gencatan senjata dan membantu pasukan Lebanon mengamankan perbatasan.
Pengantian Pasukan
Guterres mengatakan perubahan itu bisa datang dari "mengganti beberapa fungsi infanteri berat yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari dengan fungsi pengintaian." Itu bisa berarti lebih banyak tentara yang bekerja dalam misi pengamatan dan pengawasan dan pengurangan jumlah batalion di zona operasi, katanya.
Kepala PBB mengatakan dia ingin melihat pembangunan pos-pos pengamatan dan pasukan PBB memiliki teknologi modern untuk mengumpulkan dan menganalisis data dan meningkatkan komunikasi mereka.
Selain pengawasan video dan sensor yang sudah dikerahkan, Guterres menyerukan kamera pencitraan termal, teropong berteknologi tinggi, dan drone yang dapat meningkatkan kapasitas pengawasan, khususnya di Jalur Biru yang memisahkan Lebanon dari Israel.
Dalam beberapa tahun terakhir, Israel dan Amerika Serikat sering mengkritik misi tersebut, yang merupakan operasi pemeliharaan perdamaian daripada misi penegakan, karena tidak melakukan serangan yang cukup.
Pada akhir Mei, gerakan Syiah Hizbullah menolak permintaan AS untuk mendukung misi PBB dengan memberinya wewenang penyelidikan dan mencari properti privat. Tanpa merujuk hal itu secara eksplisit, Guterres mengatakan dalam laporan terbaru bahwa UNIFIL harus terus menangani berbagai pihak yang tidak menghormati kewajiban mereka terhadap misi.
Di satu sisi, Hizbullah dan kelompok-kelompok lain memegang senjata yang berada di luar kendali negara Lebanon, yang menghalangi kedaulatannya di seluruh negeri. Di sisi lain, Israel melakukan penerbangan di wilayah Libanon hampir setiap hari, termasuk untuk serangan ke Suriah, yang membahayakan kredibilitas misi PBB, kata Guterres. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...