Patriak Ortodoks Bartholomeus I Menginginkan Persatuan Gereja
KONSTANTINOPEL, SATUHARAPAN.COM – Pemimpin spiritual 250 juta umat Kristen Ortodoks Patriakh Ekumenis Bartholomeus I yang berkedudukan di Konstantinopel bersama pemimpin dunia Katolik Roma Paus Fransiskus akan mengakhiri perpisahan atau skisma kedua gereja yang hampir seribu tahun. Hal ini akan dibahas dalam pertemuan di Yerusalem pada bulan Mei ini.
Pertemuan keduanya akan berlangsung pada 25 – 26 Mei. Sekaligus untuk memperingati kunjungan bersejarah para pendahulu mereka 50 tahun lalu saat meluncurkan dialog yang bertujuan mengakhiri perpisahan dua gereja itu pada 1054.
"Kami akan mengatakan melalui pertemuan dan doa kami bahwa itu adalah niat kami berdua untuk berkarya lebih lanjut untuk persatuan dan rekonsiliasi umat Kristen," kata Patriakh Bartolomeus, duduk di mejanya dengan tingginya tumpukan kertas di kantor Patriarkatnya. Di sekelilingnya, ikon emas dari Bizantium di dinding menjulang berdiri di atas foto patriark menyapa para pemimpin dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Perdana Menteri Turki Erdogan.
Gereja Ortodoks dan Katolik tetap renggang pada isu-isu kunci. Seperti masalah pastur menikah dan kekuatan terpusat Vatikan, tetapi ada langkah-langkah menuju pemahaman yang lebih dekat. Hal itu dimulai dengan pertemuan 1964 antara Paus Paulus VI dan Patriakh Ekumenis Athenagoras di Yerusalem. Itu adalah pertemuan pertama antara Paus dan Patriark Ortodoks setelah lebih dari 500 tahun.
Setelah pertemuan itu, dekrit saling ekskomunikasi (pengucilan) dibatalkan. Kemudian dihasilkan Deklarasi Bersama Katolik – Ortodoks tahun 1965 yang menyerukan hubungan yang lebih harmonis keduanya.
Mengulangi pernyataan itu, Patriakh Bartholomeus mengatakan jalan menuju persatuan tetap panjang. Sementara penerimaan Paus Fransiskus pada undangan pertemuan itu di Yerusalem menunjukkan kedua pemimpin itu ingin mengakhiri perpisahan.
" Ketika ini akan berlangsung, kami tidak tahu bagaimana hal itu akan terjadi, kami tidak tahu. Hanya Allah yang tahu," katanya.
Kedua pemimpin akan merayakan Misa bersama di Gereja Makam Suci, tempat umat Kristen percaya Yesus disalibkan dan dimakamkan. Di Gereja itu juga akan keluar pernyataan lain. Patriakh Bartholomeus mengatakan pernyataan itu belum selesai dibuat.
Kecewa kepada Erdogan
Patriakh Bartholomeus juga menyatakan kecewa kepada Perdana Menteri Turki Erdogan yang tidak membuka lagi Sekolah Teologi Halki, sebuah seminari Gereja Ortodoks yang paling penting. Patriakh Bartholomeus sendiri menghabiskan tujuh tahun sebagai mahasiswa dan empat tahun lebih sebagai asisten dekan di lapangan di sebuah pulau di Laut Marmara. Sekolah itu ditutup pada 1971 di bawah hukum Turki yang meminta pendidikan tinggi swasta harus di bawah kendali negara.
Banyak yang berharap seminari itu akan dibuka kembali tahun lalu sebagai bagian dari paket reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan hak-hak minoritas Turki.
"Ini adalah harapan yang tidak terpenuhi sejauh ini," kata Patriakh Bartolomeus. "Ini adalah masalah hak asasi manusia dan khususnya kebebasan beragama."
Perdana Menteri Turki Erdogan mengatakan pembukaan kembali Sekolah Teologi Halki tergantung pada langkah-langkah timbal balik dari negara tetangga Yunani yang akan meningkatkan hak-hak Muslim di sana. Ditanya tentang permintaan itu, Patriakh Bartholomeus mengangkat tangannya.
"Apakah kami bertanggung jawab untuk itu?" tanyanya. "Saya mendukung adanya masjid dan bahkan lebih banyak masjid di tempat Muslim, untuk memberi mereka kemungkinan berdoa sesuai dengan agama mereka sendiri, tetapi apa yang bisa saya lakukan?"
Patriakh Bartholomeus mengatakan bahwa masalah ini bukan tentang hukum Yunani, ini adalah tentang tanggung jawab Turki untuk melindungi kebebasan beragama di Turki sendiri.
"Saya seorang warga negara Turki dan saya lahir di sini. Saya bertugas di militer Turki selama dua tahun. Saya ingin hak saya dipenuhi sebagai warga negara seperti warga Turki dan tidak hanya untuk diri sendiri tetapi untuk gereja dan komunitas saya," kata Patriakh yang pernah menjadi sasaran pembunuhan pada 29 Mei tahun lalu, saat peringatan perayaan 560 tahun penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Ottoman Mehmed Sang Penakluk.
Kemudian, dia mengarahkan pandangannya ke meja di dekatnya dengan foto Presiden Turki Abdullah Gul dan rekan Yunaninya Antonis Samaras. Ada gambar burung merpati dan pohon zaitun yang melambangkan perdamaian antara dua budaya yang sering berperang. Patriakh Bartholomeus menghargai Perdana Menteri Turki Erdogan dengan perbaikan hak-hak orang Kristen di Turki dan mencatat ketika etnis Yunani pernah meninggalkan Turki berbondong-bondong, sekarang banyak di antara mereka yang kembali, terutama karena gejolak keuangan Yunani.
" Kami mengakui langkah-langkah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuan Erdogan, tetapi kami mengatakan bahwa itu tidak cukup," katanya. (ap.org/foxnews.com/ todayszaman.com/ hurriyetdailynews.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...