Paus Kunjungi Indonesia Menggalang Dukungan Umat Katolik, Memuji Tradisi Kebebasan Beragama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Paus Fransiskus tiba di Indonesia pada hari Selasa (3/9) di awal perjalanan terpanjang kepausannya, dengan harapan untuk menyemangati komunitas Katolik dan merayakan tradisi kerukunan antar umat beragama di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Setelah penerbangan semalam dari Roma, Fransiskus didorong keluar dari pesawat dengan kursi rodanya dan menuju landasan untuk upacara penyambutan di bawah langit Jakarta yang selalu berkabut, lembab, dan tercemar.
Dua anak yang mengenakan pakaian tradisional menyerahkan sebuket sayur-sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan bunga kepadanya.
Fransiskus beristirahat selama sisa hari itu, mengingat beratnya perjalanan 11 hari yang berkelok-kelok melintasi zona waktu yang juga akan membawanya ke Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura. Namun, Vatikan mengatakan bahwa Paus berusia 87 tahun itu bertemu dengan sekelompok pengungsi, migran, dan orang sakit di kediaman Vatikan di Jakarta.
Di luar kediamannya, Paus Fransiskus disambut oleh para simpatisan yang ingin sekali melihat Paus pertama yang berkunjung sejak Santo Yohanes Paulus II pada tahun 1989.
"Ketika saya melihatnya di dalam mobil, saya sangat tersentuh, merinding," kata Fanfan, seorang ibu rumah tangga berusia 49 tahun dari Jakarta Barat. "Saya berharap dia akan muncul di hadapan saya untuk melambaikan tangannya lagi."
Hari pertama kegiatan penuh Paus Fransiskus dimulai pada hari Rabu dengan kunjungan ke para pemimpin politik negara itu dan pertemuan dengan para pastor Indonesia yang membantu mendorong pertumbuhan Gereja Katolik di Asia.
Presiden Indonesia, Joko Widodo, menyambut Paus Fransiskus, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan siaran bahwa "Indonesia dan Vatikan memiliki komitmen yang sama untuk membina perdamaian dan persaudaraan, serta memastikan kesejahteraan umat manusia."
Puncak dari pemberhentian pertama Paus Fransiskus adalah partisipasinya pada hari Kamis dalam sebuah pertemuan antar agama di Masjid Istiqlal yang ikonik di Jakarta dengan perwakilan dari enam agama yang secara resmi diakui di Indonesia: Islam, Buddha, Konghucu, Hindu, Katolik, dan Protestan.
Masjid tersebut, yang terbesar di Asia Tenggara, terletak di seberang alun-alun dari katedral Katolik utama ibu kota, Our Lady of Assumption, dan keduanya sangat dekat satu sama lain sehingga panggilan untuk salat dapat didengar selama Misa.
Kedekatan mereka bukanlah suatu kebetulan, tetapi sangat diharapkan sebagai simbol kebebasan beragama dan toleransi yang diabadikan dalam Konstitusi Indonesia. Bangunan-bangunan tersebut juga dihubungkan oleh "Terowongan Persahabatan" bawah tanah yang akan dikunjungi Fransiskus bersama imam besar, Nasaruddin Umar, sebelum mereka menandatangani deklarasi bersama.
Meskipun Fransiskus ingin menyoroti tradisi toleransi beragama di Indonesia, citra negara tersebut sebagai negara Muslim moderat telah dirusak oleh maraknya intoleransi. Pada tahun 2021, sepasang suami istri Islam militan meledakkan diri di luar katedral Katolik yang penuh sesak di pulau Sulawesi di Indonesia selama Misa Minggu Palma, melukai sedikitnya 20 orang.
“Kami tidak memiliki masalah dengan kunjungan tersebut. Dia tamu dan kami akan menyambutnya,” kata Eldy, seorang pensiunan pegawai pemerintah berusia 64 tahun yang menggunakan satu nama dan sedang berjalan-jalan selama hari bebas mobil di Jakarta pada hari Minggu. “Dia ingin mengunjungi masjid Istiqlal kami, dia bisa melakukannya.”
Meskipun umat Katolik hanya berjumlah 3% dari populasi Indonesia, jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak -- 275 juta -- menjadikan negara kepulauan ini sebagai rumah bagi komunitas Kristen terbesar ketiga di Asia, setelah Filipina dan China.
Akibatnya, ribuan orang diperkirakan akan memadati acara-acara Fransiskus pekan ini, yang meliputi Misa pada Kamis (5/9) sore di stadion utama Jakarta yang diperkirakan akan menarik sekitar 60.000 orang. Pemerintah kota telah mendesak penduduk untuk bekerja dari rumah hari itu mengingat adanya blokade jalan dan kerumunan orang.
“Ini adalah sukacita bagi negara kita, terutama bagi kita umat Katolik,” kata Elisabeth Damanik, seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun di luar Misa yang penuh sesak pada hari Minggu di Our Lady of the Assumption. “Semoga kunjungan Paus dapat membangun toleransi beragama di negara kita tercinta, Indonesia.”
Kepedulian terhadap lingkungan, penyelesaian konflik, dan pembangunan ekonomi yang berlandaskan etika merupakan tema utama perjalanan tersebut, dan Fransiskus mungkin akan menyinggungnya dalam pidato utamanya kepada pihak berwenang Indonesia pada hari Rabu.
Fransiskus menjadikan kepedulian terhadap lingkungan sebagai ciri khas kepausannya dan sering menggunakan kunjungan luar negerinya untuk menekankan agendanya tentang perlunya kepedulian terhadap ciptaan Tuhan, mencegah eksploitasi sumber daya alamnya, dan melindungi orang-orang miskin yang menanggung beban iklim ekstrem dan polusi.
Di Jakarta, ia akan menemukan kota metropolitan berpenduduk 11,3 juta orang yang tercekik oleh awan abu-abu polusi udara yang disebabkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara, knalpot kendaraan, pembakaran sampah, dan pabrik. Polusi udara Jakarta secara teratur tercatat delapan hingga sembilan kali lipat di atas batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Indonesia memiliki polusi udara terburuk di Asia Tenggara,” kata Piotr Jakubowski, pakar polusi udara dan salah satu pendiri perusahaan pemantauan kualitas udara Indonesia. “Kunjungan Paus sangat hebat karena menyediakan papan suara ... dari pemimpin dunia lain yang sangat disegani.”
Warga juga berharap Fransiskus akan berbicara tentang masalah tersebut.
“Pencemaran di Jakarta berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Itulah sebabnya kehadiran Paus dapat memberikan manfaat dalam pembahasan masalah lingkungan,” kata pekerja pemerintah Erik Sebastian Naibaho, 26 tahun.
Fransiskus adalah Paus ketiga yang mengunjungi Indonesia setelah Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan St. Yohanes Paulus II pada tahun 1989. Perhatian mereka menggarisbawahi pentingnya Indonesia bagi Vatikan baik dalam hal dialog Kristen-Muslim maupun panggilan Katolik, karena Indonesia merupakan rumah bagi seminari terbesar di dunia dan menghasilkan ratusan pendeta dan biarawati setiap tahun.
“Indonesia sedang berusaha untuk bertumbuh dalam iman,” kata Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Uskup Agung Jakarta yang diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada tahun 2019.
Dalam sebuah pengarahan minggu lalu, ia mengatakan bahwa Paus Fransiskus ingin menyampaikan penghargaannya atas tradisi antaragama di Indonesia “dan mendorong persaudaraan semacam ini untuk terus dipertahankan dan dikembangkan.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...