Paus Rundingkan Perdamaian dengan Sejumlah Pemimpin Kolombia
VATIKAN, SATUHARAPAN.COM – Paus Fransiskus hari Jumat (16/12) bertemu dengan Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos Calderon dan mantan presiden negara tersebut, Alvaro Uribe Velez.
Menurut Catholic News Agency, hari Jumat (16/12), Kolombia berusaha keras untuk menghasilkan perjanjian perdamaian yang dapat mengakhiri 52 tahun konflik pemerintah dan pemberontak.
Dalam komunike (siaran pers) yang dirilis Vatikan dan dikutip kembali Catholic News Agency, menjelaskan bahwa diskusi berlangsung dalam suasana yang hangat dan penuh keramah tamahan, dan Kolombia selalu dalam naungan Tuhan.
“Paus Fransiskus menunjukan apresiasi dan dukungan terhadap proses perdamaian, dan dia berharap perdamaian berlangsung dalam proses stabil,” sebut keterangan resmi tersebut.
Paus Fransiskus membicarakan budaya dan perdamaian di Kolombia dengan Uribe. Menurut Paus Fransiskus, penting bagi pemimpin menggalang dialog dengan seluruh lapisan masyarakat di Kolombia.
Dalam pertemuan tersebut, seperti tertuang dalam komunike resmi, juga didiskusikan tentang kesatuan dalam masyarakat dan juga kontribusi gereja bagi proses rekonsiliasi nasional. Paus Fransiskus juga menegaskan pentingnya pemerintah untuk mendidik rakyat agar ada proses pengampunan dan harmonis.
Santos bertemu dengan Sekretaris Vatikan, Kardinal Pietro Parolin dan bagian Hubungan Negara, Uskup Agung Richard Gallagher.
Perdamaian Kolombia
Kolombia saat ini masih menegaskan pentingnya perjanjian damai pemerintah dengan kelompok pemberontak Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC), walau selama empat tahun kedua pihak sudah mencoba melakukan perundingan berulang-ulang di Kuba.
Paus Fransiskus menjelaskan persetujuannya terhadap rancangan perjanjian yang pada bulan Agustus 2016 disepakati pemerintah Kolombia dan kelompok pemberontak tersebut, walau ditolak pada sebuah referendum pada 2 Oktober. Dalam rancangan perjanjian damai tersebut salah satu poin penting yakni sejumlah pejabat teras gerilyawan FARC akan masuk ke dalam pemerintah resmi Kolombia.
Banyak warga Kolombia yang menolak rancangan perjanjian damai tersebut menegaskan rancangan tersebut terlalu lunak bagi FARC, karena bagi anggota FARC yang sudah mengaku berbuat kesalahan seharusnya diberikan hukuman ringan, dan bukannya menghadapi hukuman di balik terali besi.
Presiden Santos tetap mendapat hadiah Nobel Perdamaian pada 7 Oktober, walau rancangan tersebut mendapat penolakan.
“Saya menerima hadiah Nobel Perdamaian tersebut tidak atas nama saya, tetapi mengatasnamakan rakyat Kolombia, apalagi jutaan korban konflik ini yang telah mengalami penderítaan lebih dari 50 tahun,” kata Santos beberapa saat setelah menerima penganugerahan Nobel Perdamaian.
Saat ini sebuah rancangan perjanjian damai yang telah diperbarui dari negara tersebut telah ditandantangani Presiden Santos pada 24 November lalu, dan telah disetujui parlemen Kolombia pada 30 November.
Sejak tahun 1964, sebanyak lebih kurang 260.000 orang telah terbunuh, dan jutaan lainnya tercerai berai dalam perang sipil negara itu. Paus Fransiskus beberapa kali sempat telah mengupayakan dukungannya untuk proses perdamaian di negara tersebut. (catholicnewsagency.com)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Presiden Prabowo Mengatakan Akan Menjaga Kedaulatan di Laut ...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Indonesia Prabowo Subianto mengatakan dia akan "selalu ...