PBB: 60% Wilayah Ibu Kota Haiti Dikuasi Geng Kriminal
PBB, SATUHARAPAN.COM-Hampir 60% wilayah ibu kota Haiti didominasi oleh geng-geng yang kekerasan dan serangan seksualnya menyebabkan ribuan orang mengungsi, kata kepala kemanusiaan PBB di negara Karibia itu, hari Kamis (8/12).
Ulrika Richardson mengatakan bahwa hampir 20.000 orang di ibu kota menghadapi "kondisi seperti bencana kelaparan" saat wabah kolera menyebar ke seluruh Haiti.
Richardson melukiskan gambaran yang suram tentang sebuah negara dalam spiral yang menurun, dengan separuh populasinya sangat membutuhkan bantuan makanan karena jumlah kematian akibat kolera telah meningkat menjadi 283.
Dia mengatakan hampir 12.000 orang telah dirawat di rumah sakit karena penyakit tersebut sejak 2 Oktober, dan sekarang ada total lebih dari 14.000 kasus dugaan kolera di delapan dari 10 wilayah negara.
Dia mengatakan semua kecuali 1.000 dari 20.000 warga Haiti yang menghadapi kelaparan berada di ibu kota, Port-au-Prince, terutama di daerah kumuh Cite Soleil yang dikendalikan oleh geng. Richardson mengatakan ketidakamanan telah menyebabkan "pemindahan besar-besaran", terutama di ibu kota, di mana 155.000 orang telah meninggalkan rumah mereka.
Dia mengatakan pada konferensi pers bahwa geng menggunakan "tingkat kekerasan seksual yang sangat mengerikan sebagai senjata" untuk membuat orang tetap terkendali, menanamkan rasa takut dan hukuman.
Dia mengatakan pertempuran geng memperebutkan wilayah dan tindakan kriminal mereka menghancurkan masyarakat dan meningkatkan ketidakamanan.
Ketidakstabilan politik telah membara di Haiti sejak pembunuhan Presiden Jovenal Moïse tahun lalu yang masih belum terpecahkan, yang menghadapi protes yang menyerukan pengunduran dirinya atas tuduhan korupsi.
Kehidupan sehari-hari di Haiti mulai lepas kendali pada bulan September hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri Ariel Henry mengatakan subsidi bahan bakar akan dihapuskan, menyebabkan harga naik dua kali lipat. Sebuah geng yang dipimpin oleh Jimmy "Barbecue" Cherizier, mantan petugas polisi, memblokir terminal bahan bakar Varreux, memicu krisis bahan bakar.
Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi terhadap Cherizier pada 21 Oktober, dan dia mengumumkan pada 6 November bahwa federasi geng G9 miliknya mencabut blokade tersebut.
Namun terlepas dari ketersediaan bahan bakar, kata Richardson, situasi kemanusiaan, keamanan, dan politik semakin buruk, dengan mengatakan bahwa “semua orang terkena dampak kekerasan.”
Hentry dan Dewan Menteri Haiti mengirimkan seruan mendesak pada 7 Oktober menyerukan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, untuk mengirim pasukan militer internasional untuk mengatasi kekerasan Haiti dan meringankan krisis kemanusiaannya.
Richardson mengatakan anggota Dewan Keamanan PBB telah mengadakan diskusi intensif sejak itu dengan fokus pada "kepemimpinan potensial dan komposisi potensial dari kekuatan semacam itu," tetapi sejauh ini belum ada keputusan.
“Yang sangat penting di sini adalah kekerasan geng perlu ditangani,” katanya.
Sementara diskusi berlanjut di Dewan Keamanan, Richardson mengatakan PBB dan banyak negara membantu pasukan polisi nasional Haiti "dan mereka membutuhkan banyak dukungan dalam hal peralatan dan pelatihan."
Pada pertengahan November, PBB meluncurkan seruan darurat sebesar US$ 145 juta untuk menanggapi wabah kolera Haiti dan kelaparan yang meningkat, tetapi sejauh ini hanya menerima US$ 23,5 juta, katanya.
Richardson mengatakan PBB akan meminta US$ 719 juta untuk Haiti pada tahun 2023, dua kali lipat jumlah tahun ini, karena situasi kemanusiaan yang memburuk secara dramatis.
Sebagai catatan positif, katanya, sekolah dibuka kembali pada tingkat sekitar 53% di seluruh negeri, terutama di selatan. Banyak dari empat juta anak di Haiti tidak mendapatkan pendidikan yang layak sejak awal wabah COVID-19 pada Maret 2020, katanya. (AP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...