PBB: 90% Pelaku Pembunuhan Jurnalis Tidak Diadili
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM- "Tanpa wartawan yang melakukan pekerjaan mereka dengan aman, kami menghadapi prospek dunia dalam kebingungan dan disinformasi", Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dalam sebuah pernyataan terkait Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas Melawan Jurnalis pada 2 November.
"Ketika jurnalis menjadi target (kejahatan), masyarakat secara keseluruhan membayar harganya", katanya, dalam situs PBB. “Tanpa kemampuan untuk melindungi jurnalis, kemampuan kita untuk tetap mendapat informasi dan berkontribusi dalam pengambilan keputusan, sangat terhambat”.
Sebuah studi dari Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) menegaskan tentang risiko yang dihadapi wartawan, menunjukkan bahwa hampir 90 persen pelaku kejahatan pada wartawan belum dihukum. Hal ini menyangkut mereka yang bertanggung jawab atas meninggalnya lebih dari 1.100 jurnalis dalam kurun tahun 2006 dan 2018.
Laporan yang berjudul: "Serangan Intensifikasi, Pertahanan Baru", juga mencatat bahwa pembunuhan terhadap jurnalis meningkat sekitar 18 persen dalam lima tahun terakhir (2014-2018), dibandingkan dengan periode lima tahun sebelumnya.
Sedangkan negara yang tercatat paling mematikan bagi jurnalis, menurut statistik, adalah negara-negara Arab, tempat hampir sepertiga pembunuhan terjadi. Wilayah Amerika Latin dan Karibia (26 persen), dan negara-negara Asia dan Pasifik (24 persen) adalah yang paling berbahaya berikutnya.
Wartawan sering dibunuh karena menyampaikan melaporkan politik, kejahatan dan korupsi, yang tercermin dalam penelitian tersebut. Dan diungkapkan bahwa dalam dua tahun terakhir (2017-2018), lebih dari setengah kematian jurnalis berada di zona non-konflik.
Gutteres mengatakan, kenaikan skala dan jumlah serangan terhadap jurnalis dan pekerja media, serta insiden yang membuat pekerjaan mereka jauh lebih sulit. Hal ini termasuk ancaman penuntutan, penangkapan, pemenjaraan, penolakan akses jurnalistik dan kegagalan dalam menyelidiki dan menuntut pelaku kejahatan terhadap jurnalis
Salah satunya adalah pembunuhan jurnalis Malta, Daphne Caruana Galizia, pada 2017. Pakar independen HAM PBB, Agnès Callamard, yang mengikuti kasus ini menyatakan bahwa terlalu sedikit yang dilakukan otoritas Malta untuk menyelidiki kasus pembunuhan tersebut.
Tahun ini UNESCO meluncurkan kampanye di media sosial #KeepTruthAlive. Tujuannya menarik perhatian tentang bahaya yang dihadapi oleh wartawan di sekitar mereka. Ini menyoroti fakta bahwa 93 persen dari jurnalis yang meninggal bekerja secara lokal. Namun kampanye ini juga mengingatkan skala dan luasnya bahaya tersebut.
Kampanye ini juga dilengkapi dengan pameran kartun pers bertajuk: “Draw so as not to write them off” (Gambarlah agar tidak dihapuskan) di markas besar PBB di New York untuk menghormati wartawan Perancis Ghislaine Dupont dan Claude Verlon yang dibunuh di Mali pada 2 November 2013.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...