PBB: Delapan Juta Warga Sudan Selatan Berisiko Kelaparan
JUBA, SATUHARAPAN.COM-Hampir delapan juta orang di Sudan Selatan, atau dua pertiga dari populasi di negara yang sangat bermasalah itu, berisiko kelaparan, PBB memperingatkan dalam sebuah laporan pada hari Kamis (3/11).
Salah satu negara termiskin di dunia, Sudan Selatan telah menghabiskan lebih dari separuh hidupnya sebagai negara berperang, dengan hampir 400.000 orang tewas selama perang saudara lima tahun yang berakhir pada 2018.
“Kelaparan dan kekurangan gizi meningkat di seluruh wilayah yang terkena banjir, kekeringan, dan konflik di Sudan Selatan, dengan beberapa komunitas kemungkinan akan menghadapi kelaparan jika bantuan kemanusiaan tidak berkelanjutan dan langkah-langkah adaptasi iklim tidak ditingkatkan,” katanya.
Laporan bersama oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), dana anak-anak PBB, UNICEF, dan Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan proporsi orang yang menghadapi tingkat kerawanan pangan dan kekurangan gizi yang tinggi “berada pada tingkat tertinggi yang pernah ada,” melampaui tingkat yang dihadapi bahkan selama konflik di 2013 dan 2016.
Dikatakan 7,76 juta orang kemungkinan akan menghadapi kerawanan pangan akut selama musim paceklik April-Juli 2023 sementara 1,4 juta anak akan kekurangan gizi.
Laporan itu menyalahkan kombinasi konflik, kondisi ekonomi makro yang buruk, peristiwa iklim ekstrem, dan harga makanan dan bahan bakar yang melonjak, serta penurunan dana untuk program kemanusiaan.
“Kami telah berada dalam mode pencegahan kelaparan sepanjang tahun dan telah mencegah hasil terburuk, tetapi ini tidak cukup,” Makena Walker, penjabat direktur negara untuk WFP di Sudan Selatan, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Sudan Selatan berada di garis depan krisis iklim dan hari demi hari keluarga kehilangan rumah, ternak, ladang, dan harapan akan cuaca ekstrem,” kata Walker. “Tanpa bantuan makanan kemanusiaan, jutaan orang lainnya akan berada dalam situasi yang semakin mengerikan dan tidak mampu menyediakan makanan paling pokok sekalipun untuk keluarga mereka.”
Negara termuda di dunia itu telah bergulat dengan konflik mematikan, bencana alam, kelesuan ekonomi, dan pertikaian politik tanpa henti sejak memenangkan kemerdekaan dari Sudan pada tahun 2011.
Kelaparan diumumkan di Sudan Selatan pada tahun 2017 di kabupaten Leer dan Mayendit di Unity State, daerah yang sering menjadi titik nyala kekerasan.
Bulan lalu, badan tanggap darurat PBB, OCHA, mengatakan sekitar 909.000 orang dilaporkan terkena dampak banjir di Sudan Selatan, saat hujan lebat merusak tanaman dan menghancurkan rumah. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...