PBB: Harga Opium Naik, Penanaman di Afghanistan Naik 30%
PBB, SATUHARAPAN.COM-Budidaya opium opium Afghanistan tahun ini naik sepertiga, kata badan obat-obatan PBB hari Selasa (1/11), dalam laporan pertamanya tentang masalah ini sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada 2021.
Negara ini adalah produsen bunga poppy terbesar di dunia, sumber getah yang disuling menjadi heroin, dan dalam beberapa tahun terakhir produksi dan ekspor telah meningkat pesat.
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan harga telah melonjak setelah Taliban melarang penanaman opium pada bulan April. Panen tahun ini sebagian besar dikecualikan dari keputusan tersebut, kata UNODC.
Badan obat-obatan PBB mengatakan penanaman di Afghanistan naik 32 persen menjadi 233.000 hektare dibandingkan tahun sebelumnya, menjadikan tanaman 2022 sebagai area terbesar ketiga yang dibudidayakan sejak pemantauan dimulai pada 1994.
Satu-satunya tahun yang memiliki area budidaya lebih tinggi adalah 2018 dan 2019. Panen opium 2022 juga "yang paling menguntungkan dalam beberapa tahun", menurut UNODC yang berbasis di Wina.
Pendapatan yang diperoleh petani dari penjualan opium meningkat lebih dari tiga kali lipat dari US$ 425 juta pada tahun 2021 menjadi US$ 1,4 miliar pada tahun 2022, kata laporan itu.
Petani Afghanistan sekarang akan memutuskan sekitar awal November apakah akan menanam opium poppy untuk tahun depan dan berapa banyak yang akan ditanam meskipun ada larangan, kata badan tersebut, seraya menambahkan bahwa mereka “terjebak dalam ekonomi opium terlarang”.
“Harga opium yang tinggi saat ini memberikan insentif tambahan bagi petani untuk mengambil risiko menanam opium, meskipun ada larangan de facto oleh otoritas,” kata laporan itu.
Namun panen menurun menjadi 6.200 ton, atau 10 persen lebih rendah dari tahun 2021, setelah kekeringan di awal tahun menurunkan hasil opium.
Afghanistan hampir memonopoli opium dan heroin, menyumbang 80 hingga 90 persen dari produksi global, menurut PBB.
Taliban sebelumnya melarang produksi pada tahun 2000, tepat sebelum kelompok itu digulingkan oleh pasukan pimpinan Amerika Serikat setelah serangan 11 September.
Pasukan AS dan NATO mencoba untuk mengekang budidaya opium selama dua dekade mereka di Afghanistan dengan membayar petani untuk menanam tanaman alternatif seperti gandum atau kunyit.
Namun menurut para ahli, upaya mereka digagalkan oleh Taliban, yang menguasai wilayah utama penghasil opium dan menerima ratusan juta dolar dari perdagangan tersebut. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...