PBB Khawatir Penyebaran COVID-19 di Wilayah Konflik Tigray, Ethiopia
NAIROBI, SATUHARAPAN.COM-Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengkhawatirkan "penularan komunitas besar-besaran" COVID-19 di wilayah Tigray yang bermasalah di Ethiopia, yang dipicu oleh pengungsian dan merosotnya layanan kesehatan. Sementara para pekerja kemanusiaan akhirnya mulai mengakses wilayah tersebut dua bulan setelah pertempuran dimulai.
Sebuah laporan baru dari PBB berdasarkan penilaian pertama di lapangan mengkonfirmasi beberapa kekhawatiran suram sekitar enam juta orang Tigray sejak konflik meletuspada 4 November antara pasukan Ethiopia dan mereka yang ada di wilayah Tigray. Disebutkan ada rumah sakit dijarah, bahkan dihancurkan, dan beberapa pertempuran berlanjut.
Krisis telah mengancam kestabilan salah satu negara paling kuat dan berpenduduk paling banyak di Afrika dan menarik tetangganya Sudan. Pemimpin Tigray mendominasi pemerintah Ethiopia selama hampir tiga dekade sebelum Perdana Menteri Abiy Ahmed berkuasa dan mengesampingkan mereka di tengah reformasi besar-besaran yang membuatnya memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.
Abiy menolak "campur tangan" internasional dalam konflik tersebut bahkan ketika PBB dan lembaga lainnya meminta selama beberapa pekan untuk akses tanpa hambatan ke Tigray karena persediaan makanan, obat-obatan di sana habis.
Masalah COVID-19
Sekarang COVID-19 muncul sebagai sumber masalah baru. "Hanya lima dari 40 rumah sakit di Tigray yang dapat diakses secara fisik," kata laporan baru PBB yang dikeluarkan hari Kamis (7/1). "Selain yang ada di (ibu kota Tigray) Mekele, rumah sakit yang tersisa dijarah dan banyak yang dilaporkan hancur." Tidak disebutkan siapa yang melakukan penjarahan.
Pekerjaan pengawasan dan pengendalian COVID-19 terhenti selama lebih dari sebulan di Tigray. Itu terjadi bersamaan dengan gelombang pengungsianratusan ribu orang. Ini “dikhawatirkan memicu penyebaran pandemi secara besar-besaran ke komunitas," kata laporan itu.
Ethiopia salah satu dari negara di Afrika yang menghadapi kasus COVID-19 tertinggi dengan lebih dari 127.000 infeksi yang dikonfirmasi. Sementara tingkat kasus hariannya telah menurun dalam beberapa pekan terakhir, namun para pejabat belum mengatakn apakah mereka telah menerima data dari wilayah Tigray.
“Fasilitas kesehatan di luar kota-kota besar tidak berfungsi, dan mereka yang berada di kota-kota besar sebagian bekerja dengan pembatasan, dan keterbatasan persediaan dan ketidakhadiran petugas kesehatan,” kata laporan PBB.
Laporan itu juga mengatakan bahwa wilayah Tigray tetap bergejolak. “Pertempuran lokal dan ketidakamanan terus berlanjut, dengan pertempuran dilaporkan di daerah pedesaan dan di pinggiran Mekele, Shiraro dan Shire di antara lokasi lain, pada minggu lalu,” katanya.
Situasi kemanusiaan secara keseluruhan "mengerikan," kata PBB, dengan persediaan makanan "sangat terbatas" dan penjarahan luas dilaporkan. "Hanya bahan makanan yang diproduksi secara lokal yang tersedia dan dengan harga yang tinggi. Ini membuat barang-barang kebutuhan pokok menjadi tidak terjangkau." Sebagian besar penduduk Tigray adalah petani subsisten, dan konflik mengganggu panen.
Dua kamp penting yang menampung puluhan ribu pengungsi dari Eritrea tetap tidak dapat dijangkau, sumber menyebutkan kekhawatiran lain karena kehadiran pasukan Eritrea telah dikonfirmasi di Tigray.
Tidak ada yang tahu berapa ribu orang telah tewas dalam konflik tersebut. Sedikitnya lima pekerja kemanusiaan telah tewas. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...