PBB Kutuk Kekerasan di Mesir dan Serukan Rekonsiliasi Inklusif
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon, mengutuk kekerasan yang terjadi di Kairo di mana aparat keamanan Mesir menggunakan kekuatan untuk membersihkan aksi pendudukan oleh kelompok demonstran. PBB mendesak semua pihak di Mesir untuk fokus pada rekonsiliasi inklusif.
Tindakan keras ini terjadi berkaitan dengan pembubaran oleh aparat keamanan terhadap demontran yang menuntut dipulihkannya kekuasaan mantan presiden, Mohammed Morsi. Aksi ini telah berlangsung sejak 3 Juli, ketika militer mencopot jabatan Morsi.
PBB beberapa hari lalu menyerukan semua pihak di Mesir mempertimbangkan kembali tindakan mereka dengan melihat realitas politik yang baru, dan mencegah negeri itu mengalami kerugian lebih bari dalam kehidupan mereka.
"Sekretaris Jenderal menyesalkan bahwa pemerintah Mesir justru memilih untuk menggunakan kekuatan untuk menanggapi demonstrasi yang sedang berlangsung," kata juru bicaranya dalam sebuah pernyataan, hari Rabu (14/8) waktu New York.
Sementara ini PBB mengumpulkan informasi yang tepat tentang kejadian hari Rabu dan Kamis ini di Mesir. Ban juga mengucapan belasungkawa kepada keluarga korban yang tewas, dan menyampaikan harapan untuk pemulihan penuh dan cepat bagi mereka yang terluka.
Rakyat Mesir Lelah
"Jam politik tidak berjalan mundur. Sekjen berpendapat dengan tegas bahwa kekerasan dan hasutan dari pihak manapun yang tidak menjawaban tantangan yang dihadapi Mesir,” kata dia.
Ban tahu bahwa sebagian besar rakyat Mesir lelah menghadapi gangguan dalam kehidupan normal mereka yang disebabkan oleh demonstrasi dan kontra-demonstrasi. Rakyat Mesir ingin negara mereka maju dalam proses yang damai menuju kemakmuran dan demokrasi, kata dia menambahkan.
Mengingat sejarah yang kaya dengan keragaman pandangan dan pengalaman, kejadian di Mesir sebagai hal yang tidak biasa. Yang penting, menurut Sekjen PBB, perbedaan pandangan harus dinyatakan dengan hormat dan damai.
Mesir telah mengalami transisi demokrasi setelah jatuhnya Presiden Hosni Mubarak dua tahun lalu oleh protes massa secara besar-besaran. Bulan lalu, protes terjadi kembali dan memakan korban puluhan orang tewas dan terluka, dan mendorong pimpinan militer Mesir mencopot kekuasaan Morsi. Kemudian konstitusi negara itu dinyatakan tidak berlaku, dan Mesir di bawah pemerintahan sementara untuk menyiapkan permilihan umum dan pembentukan konstitusi baru.
Bentrokan di Mesir diperkirakan menewaskan ratusan orang baik dari kelompok demonstran yang mendukung Morsi, maupun aparat keamanan.
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...