PBB Minta Migran Diberi Akses Pelayanan Kesehatan
SATUHARAPAN.COM-Para migran tidak berdokumen, pencari suaka, dan korban perdagangan manusia di seluruh dunia harus diberikan akses ke fasilitas perawatan kesehatan dan kesejahteraan, terlepas dari status hukum mereka, untuk melindungi mereka selama pandemi virus corona, kata pakar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), hari Senin (6/4).
Para migran yang bekerja di sektor-sektor seperti pertanian atau “ekonomi bayangan” sering tidak memiliki perlindungan terhadap COVID-19, sementara para pencari suaka di tempat penampungan yang padat atau pusat-pusat penahanan tidak dapat mempraktikkan jarak sosial (social distancing), menurut pelapor khusus PBB.
Para migran gelap (ilegal), termasuk para korban perbudakan modern, yang jatuh sakit mungkin tidak mencari perawatan kesehatan, karena takut diekspos kepada pihak berwenang dan ditahan, ditangkap atau dideportasi, kata para aktivis di beberapa negara kepada Thomson Reuters Foundation.
HAM sebagai Pusat Tanggapan
"Hak asasi manusia harus menjadi pusat tanggapan terhadap pandemi COVID-19... tidak ada yang harus ditinggalkan dalam pertarungan global ini," kata Felipe González Morales dan Maria Grazia Giammarinaro, pakar migran dan perdagangan manusia PBB.
"Pemerintah harus mengadopsi langkah-langkah yang memastikan setiap individu di wilayah nasional, terlepas dari status migrasi mereka, dimasukkan dan memiliki akses ke fasilitas layanan kesehatan untuk mencapai keberhasilan mencegah pandemi COVID-19."
Portugal bulan lalu mengatakan semua orang asing dengan aplikasi residensi yang tertunda, termasuk pencari suaka, akan diperlakukan sebagai penduduk tetap sampai setidaknya 1 Juli untuk memastikan migran memiliki akses ke layanan publik selama wabah.
Namun demikian, pekerja kesehatan India memicu kemarahan pada pekan lalu ketika menyemprotkan sekelompok migran dengan desinfektan. Sementara itu, sekitar 1.000 migran Afrika di Malta ditempatkan di bawah karantina wajib pada hari Minggu (5/4) setelah COVID-19 menginfeksi delapan orang di kamp mereka.
Para ahli PBB juga menyerukan skema dukungan bagi para migran yang rentan dan korban perdagangan manusia untuk diperpanjang secara otomatis setidaknya selama enam bulan jika akan segera berakhir. Hal ini untuk memastikan bahwa komunitas tersebut tidak dibiarkan tanpa perlindungan atau tanpa bantuan.
Populasi migran dan pengungsi global mencapai sekitar 272 juta orang tahun lalu, naik 51 juta sejak awal dekade. Sementara itu, sekitar 25 juta orang di seluruh dunia dianggap sebagai korban kerja paksa, menurut statistik terbaru PBB. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...