PBB: Para Pihak di Suriah Belum Siap untuk Pembicaraan Damai
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mencari upaya baru mengakhiri perang berkepanjangan di Suriah. Mediator PBB untuk Suriah, pada hari Rabu (29/7) mengusulkan untuk mengundang Suriah dalam kelompok kerja PBB dalam membahas empat masalah besar, karena pihak yang berkonflik belum siap menggelar pembicaraan perdamaian secara resmi.
Mediator PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa kelompok itu akan membahas isu keamanan dan perlindungan, politik dan konstitusional, militer dan keamanan, dan lembaga-lembaga publik, serta rekonstruksi dan pembangunan.
"Sayangnya masih belum ada konsensus tentang jalan ke depan," kata Staffan de Mistura dalam penjelasan Dewan Keamanan PBB setelah dua bulan pertemuan di seluruh dunia dengan pihak kunci dalam konflik itu.
De Mistura ditujukan Dewan Keamanan PBB untuk konsultasi dengan para pihak dalam konflik untuk kembali mengadakan pembicaraan damai. Sebelumnya, dia bertemu menteri luar negeri Suriah sebagai bagian dari upaya diplomatik untuk menemukan solusi politik bagi konflik yang telah berlangsung empat tahun mencengkeram negara-negara Arab.
De Mistura menambahkan, meskipun ada kesamaan di antara pihak-pihan di Suriah, ada pertanyaan-pertanyaan berkaitan kewenangan eksekutif untuk badan transisi. Ini tetap unsur yang paling terpolarisasi dari Komunike Jenewa.
Dia menyuarakan keyakinan bahwa kelompok kerja akan menjadi langkah menuju Suriah milik kerangka dokumen untuk pelaksanaan Komunike Jenewa.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, telah meminta Dewan Keamanan untuk meratifikasi usulan De Mistura. Dia menegaskan bahwa komunike Jenewa harus menjadi platform politik untuk mengakhiri konflik di Suriah.
Upaya perdamaian bagi Suriah telah dilakukan di Jenewa, Swiss yang menghasilkan Komunike Jenewa I pada 2012 yang melibatkan kedua belah pihak dalam perang, dan dunia menyerukan transisi politik untuk dinegosiasikan.
Perang saudara di Suriah dimulai ketika tindakan keras pemerintah dilakukan terhadap gerakan pro-demokrasi pada tahun 2011, dan menyebabkan pemberontakan bersenjata.
Kelompok radikal Islam dari militan Negeri Irak dan Suriah (ISIS) mengambil keuntungan situasi kekacauan ini untuk menyatakan sebagai khalifah di wilayah yang mereka kuasai di Suriah dan Irak.
Menurut Ban Ki-moon korban tewas akibat perang saudara selama lebih dari empat tahun setidaknya mencapai seperempat juta orang meninggal.
Dua orang pendahulu De Mistura, termasuk Lakhdar Brahimi, mengundurkan diri karena frustrasi pada kegagalan dalam mencapai kemajuan dalam mengakhiri perang di Suriah.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...