PBB Peringatkan Krisis Kesehatan Mental Global karena Pandemi COVID-19
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Krisis penyakit mental tampaknya akan terjadi saat jutaan orang di dunia dikelilingi kematian dan penyakit, isolasi, kemiskinan, dan kecemasan karena pandemi COVID-19, menurut ahli kesehatan PBB pada Kamis (14/5).
"Isolasi, ketakutan, ketidakpastian, kekacauan ekonomi semuanya menyebabkan atau dapat menyebabkan tekanan psikologis," kata Direktur Departemen Kesehatan Mental Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Devora Kestel.
Memaparkan laporan PBB dan pedoman kebijakan tentang COVID-19 dan kesehatan mental, Kestel mengatakan peningkatan jumlah dan keparahan penyakit mental mungkin terjadi. Karena itu, pemerintah perlu mengedepankan isu kesehatan mental dalam merespons COVID-19.
"Kesehatan mental dan kesejahteraan seluruh masyarakat sangat dipengaruhi oleh krisis ini, dan merupakan prioritas yang harus segera ditangani," kata dia kepada reporter.
Laporan PBB itu, menyoroti beberapa wilayah dan golongan masyarakat yang rentan terhadap tekanan mental, termasuk anak-anak dan remaja yang terisolasi dari teman-teman dan sekolah, petugas layanan kesehatan yang menyaksikan ribuan pasien terinfeksi dan meninggal dunia akibat virus corona baru.
Studi dan survei yang muncul, sudah menunjukkan dampak COVID-19 terhadap kesehatan mental secara global. Para psikolog mengungkapkan kecemasan yang dihadapi anak-anak dan peningkatan kasus depresi serta kecemasan di beberapa negara.
Kekerasan dalam rumah tangga juga meningkat, dan pekerja kesehatan melaporkan tingginya kebutuhan untuk dukungan psikologis.
Pekan lalu, Reuters melaporkan hasil wawancara dengan para dokter dan perawat di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa mereka atau rekan mereka telah mengalami kombinasi panik, kecemasan, kesedihan, mati rasa, mudah marah, insomnia, dan mimpi buruk.
Di luar sektor kesehatan, laporan WHO menyatakan bahwa banyak orang tertekan karena dampak kesehatan langsung dan konsekuensi dari isolasi fisik, sementara banyak lainnya takut akan infeksi, meninggal dunia, atau kehilangan anggota keluarga.
Jutaan orang menghadapi kekacauan ekonomi, telah atau berisiko kehilangan pendapatan dan mata pencaharian mereka. Informasi yang salah dan desas-desus tentang pandemi serta ketidakpastian mengenai berapa lama pandemi akan berlangsung membuat orang merasa cemas dan putus asa terhadap masa depan.
Laporan tersebut juga menguraikan poin tindakan bagi para pengambil kebijakan "untuk mengurangi penderitaan besar di antara ratusan juta orang, dan memitigasi biaya sosial dan ekonomi jangka panjang bagi masyarakat".
Kebijakan yang dimaksud termasuk memperbaiki kekurangan investasi dalam layanan psikologis, menyediakan layanan kesehatan mental melalui terapi jarak jauh seperti telekonseling untuk petugas kesehatan garis depan, dan bekerja secara proaktif dengan orang-orang yang diketahui mengalami depresi dan kegelisahan, dan dengan mereka yang berisiko tinggi mengalami kekerasan dalam rumah tangga. (Reuters/ Ant)
Editor : Sabar Subekti
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...