PDIP Usul RUU Pengampunan Nasional Jadi Pengampunan Pajak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia akan mengusulakan perubahan nama Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional menjadi RUU Pengampunan Pajak lengkap dengan mengganti sejumlah pasal yang dianggap mampu mengampuni pelaku tindak pidana korupsi.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR, Hendrawan Supratikno, menjelaskan penggantian nama RUU tersebut, lengkap dengan penggantian sejumlah pasal dan ketentuan lain yang dianggap mampu mengampuni koruptor, seperti pasal 10 yang tertuang dalam draf RUU.
“Nanti akan diubah agar pelaku korupsi tidak masuk dalam kategori pengampunan pajak itu. Jadi RUU ini akan menjadi penyempurnaan dari tax amnesty,” kata Hendrawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Jumat (9/10).
Menurut dia, rencana pengubahan nama RUU itu sudah bulat dan akan segera dikoordinasikan dengan fraksi-fraksi pengusung lain seperti Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
RUU Pengampunan Nasional yang telah diusulkan empat fraksi DPR RI masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 dalam Rapat Badan Legislasi DPR, hari Selasa (6/10) lalu, dianggap publik sebagai alat pemutihan harta korupsi itu. Ada 12 anggota dewan dari Fraksi PDIP ikut mengusulkan RUU yang mengundang kontroversi tersebut, antara lain Nusyirwan Soejono dari Komisi V, Aria Bima dari Komisi VI, dan Dwi Ria Latifa dari Komisi III.
Awalnya, RUU yang diusulkan oleh 21 anggota dewan lain di luar Fraksi PDIP itu merupakan salah satu instrumen kebijakan yang bisa diberikan oleh pemerintah untuk mendorong rekonsiliasi nasional serta meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
RUU itu disodorkan menyusul kuatnya dugaan bahwa para pelaku kejahatan cenderung membawa lari hasil tindak pidana ke luar negeri sebagai bentuk pencucian uang yang diduga berjumlah Rp3.000 triliun.
Pengusul juga menguatkan dalih munculnya beleid pengampunan nasional dengan mengacu instrumen pengampunan pajak yang telah dilaksanakan pada 1964. Pengampunan itu mempertimbangkan ketentuan fiskal tidak membeda-bedakan asal usulnya, halal atau hasil korupsi.
Sesuai dengan draf RUU per 1 Oktober 2015 yang sudah dibahas di Baleg DPR, subjek pengampunan nasional diberikan atas seluruh harta yang dilaporkan dalam Surat Permohonan Pengampunan Nasional, baik yang berada di dalam wilayah Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia.
Adapun objeknya sangat beragam. Termasuk pelaku tindak pidana yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa atau yang dikenal sebagai extraordinary crime, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia. Contohnya koruptor, pengemplang pajak, hingga pelaku TPPU.
Jadi, hanya dengan membayar sejumlah uang tebusan dengan kisaran 3%-8% dari total harta yang dilaporkan, pelaku tindak pidana yang tidak dalam penanganan kasus oleh penegak hukum, bisa mengajukan pemutihan harta kekayaan hasil korupsi.
Editor : Eben E. Siadari
Israel Pada Prinsipnya Setuju Gencatan Senjata dengan Hizbul...
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Siaran media Kan melaporkan bahwa Israel pada prinsipnya telah menyetujui...