Pebisnis Negara Muslim Mulai Bersikap Ramah kepada Trump
DUBAI, SATUHARAPAN.COM - Ketika Donald Trump mengatakan ingin melarang Muslim memasuki Amerika Serikat pada waktu kampanye, para pebisnis di negara-negara Muslim seperti Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya marah besar.
Tetapi hasil pemilihan presiden AS yang memunculkan Trump sebagai pemenang, membuat mereka bersikap realistis.
Mereka ingin melupakan kata-kata Trump yang menyakitkan dan berharap Trump tak serius dengan ancamannya.
Hal ini dapat dilihat dalam laporan Reuters, yang mengutip pernyataan sejumlah pengusaha terkemuka negara-negara Teluk. Salah satunya adalah Pangeran Alwaleed bin Talal yang menjabat sebagai kepala perusahaan investasi Kerajaan Arab Saudi, yang menanamkan investasi di AS antara lain di Citigroup dan Twitter.
Lewat akun twitternya, ia mengucapkan selamat kepada Donald Trump sehari sesudah hasil pilpres diumumkan.
"Presiden terpilih @realDonaldTrump apa pun perbedaan di masa lalu, Amerika Serikat telah berbicara, selamat dan sukses untuk jabatan kepresidenan Anda," demikian ia tulis lewat akun twitternya.
Padahal, ketika Trump mengatakan akan melarang umat Islam masuk AS pada Oktober lalu, Alwaleed bin Talal sempat kesal dan menyebut Trump sebagai "aib bukan hanya bagi Partai Republik, tetapi juga bagi AS."
Pebisnis dari negara Arab lainnya, Khalaf al-Habtoor juga telah melunakkan sikapnya setelah sebelumnya sempat mengecam Trump. Berbicara di depan para pebisnis Arab pekan lalu, Habtoor, tokoh bisnis ternama dari Uni Emirat Arab, menegaskan bahwa komentar Trump tentang Muslim "hanya untuk kepentingan pilpres."
Ia juga menilai Trump telah melunakkan retorikanya dan membuka pintu bagi upaya meneguhkan kembali hubungan baik AS dengan negara-negara Teluk.
Ketika Trump secara mengejutkan memenangi pilpres AS, banyak ramalan yang mengatakan hubungan bisnis antara AS dan negara-negara Muslim akan diliputi ketegangan. Ini terutama karena pernyataan-pernyataan Trump yang kontroversial semasa kampanye.
Ramalan ini tidak keliru bila mengacu bagaimana para pebisnis di negara-negara Muslim bereaksi terhadap Trump di masa kampanye. Habtoor, misalnya, sempat mengatakan akan menghentikan aliran dananya ke AS bila Trump menang.
Kritiknya kepada Trump itu seakan menganulir tulisan opininya di sebuah media lokal beberapa bulan sebelumnya, yang mendukung Donald Trump jadi presiden.
Namun, perkiraan bahwa hubungan bisnis AS dan negara-negara Muslim akan dilanda ketegangan tampaknya semakin pudar. Paling tidak masih perlu dibuktikan bila melihat semakin melunaknya baik Trump maupun pengusaha-pengusaha di negara Muslim itu sendiri.
Nilai bisnis yang dipertaruhkan memang sangat besar dalam relasi AS dan negara-negara Muslim di Teluk. Nilai impor AS dari enam negara Teluk mencapai US$ 32,4 miliar pada tahun 2015, termasuk impor minyak. Enam negara teluk itu juga merupakan klien paling penting Boeing dan perusahaan-perusahaan pertahanan AS lainnya.
Lembaga dana investasi pemerintah dari negara-negara Teluk juga menanamkan ratusan miliar dolar di perusahaan-perusahaan investasi AS.
Abu Dhabi Investment Authority diperkirakan menanamkan 35 sampai 50 persen dari total US$ 792 miliar investasinya di Amerika Utara. Perusahaan ini menjadi pemegang saham dalam jumlah signifikan di bisnis real estate di AS, termasuk hotel di berbagai kota besar negara adidaya itu.
Hal yang sama juga dapat dikatakan tentang The Qatar Investment Authority. September tahun lalu perusahaan ini mengatakan akan membantu mengelola investasi negara-negara Teluk di AS hingga US$ 35 miliar dalam lima tahun ke depan.
Oleh karena itu, perubahan sikap menjadi lebih ramah tampaknya adalah langkah paling rasional mengingat besarnya kepentingan bisnis yang dipertaruhkan.
Sebagai contoh, DAMAC, sebuah perusahaan yang menjadi mitra Donald Trump di Dubai, antara lain untuk proyek spa dan golf, memajang foto Donald Trump pada sebuah papan iklannya di Dubai, sebagai presiden terpilih AS. Padahal, Oktober lalu, perusahaan ini sempat menghapus nama Trump dari iklan promosi mereka.
Kepada Reuters, seorang jurubicara DAMAC mengatakan pada hari Kamis (11/11), bahwa proyek-proyek mereka yang terkait dengan Trump, masih tetap memakai nama Trump.
Mohammad al-Ardhi, executive chairman perusahaan investasi Investcorp yang berbasis di Bahrain, bahkan memuji Donald Trump. Perusahaan yang banyak menanamkan investasi di perusahaan real estate AS, mengatakan bahwa Trump adalah pengusaha yang adil.
"Investcorp tahu bahwa Trump adalah seorang yang adil karena ketika kami bersaing dengan dia dalam mengakuisisi Tiffani, ia tidak berkeberatan ketika kami memenanginya," kata dia Rabu lalu, merujuk pada transaksi pemebelian perusahaan perhiasan di AS itu pada 1984.
Sultan Bin Sulayem, chairman dan CEO DP World, salah satu dari perusahaan pengelola pelabuhan terbesar dunia, juga memuji Donald Trup. "Kami sudah berhubungan bisnis dengan Trump sebelumnya. Ia seorang pengusaha yang sangat cerdas dan bisnisnya menciptakan lapangan kerja," kata pengusaha kelahiran Dubai ini.
CEO Qatar Airways, Akbar Al Baker, yang pernah mengeritik Trump atas komentarnya untuk melarang Muslim ke AS, juga mengucapkan selamat kepada Trump. Ia menganggap konglomerat properti asal New York itu layak menduduki posisi barunya sebagai presiden AS.
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...