Pedagang Tolak Penghapusan Minyak Goreng Curah
SOLO, SATUHARAPAN.COM - Sejumlah pedagang menolak rencana penghapusan minyak goreng curah yang digulirkan oleh pemerintah karena biaya produksi akan makin membengkak.
"Kalau harus beli minyak goreng kemasan saya keberatan," kata salah satu pedagang ayam goreng Surati di Shelter Manahan Solo, Senin (7/10/2019).
Ia mengatakan selisih harga minyak goreng curah dengan kemasan cukup tinggi sehingga jika minyak goreng curah sudah tidak ada lagi di pasaran akan banyak pedagang yang merasa dirugikan.
"Apalagi seperti saya yang pakai banyak minyak goreng dalam sehari. Saya selain goreng ayam juga goreng kremesan. Itu kalau menggoreng butuh minyak banyak," katanya.
Ia mengatakan dalam satu hari membutuhkan sekitar tiga liter minyak goreng. "Tetapi kalau memang akhirnya harus pakai minyak kemasan ya nanti terpaksa harga makanan yang saya jual juga menyesuaikan. Jadi sedikit lebih mahal, supaya saya tidak rugi," katanya.
Pedagang lain di Pasar Legi, Maryani mengatakan baru mendengar adanya rencana tersebut.
"Ya agak kaget karena kan minyak goreng curah banyak sekali yang beli. Dalam satu hari saja saya bisa menjual sampai 30 liter minyak goreng curah," katanya.
Menurut dia, jika rencana tersebut jadi diterapkan kemungkinan akan banyak pelanggannya yang mengeluh.
"Selisih harganya kan jauh. Kalau minyak goreng curah saya jual Rp10.000 per liter, sedangkan minyak goreng kemasan harganya Rp12.000 per liter," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita melarang peredaran minyak goreng curah di pasar masyarakat mulai 1 Januari 2020. Sebagai gantinya minyak goreng curah wajib menggunakan kemasan.
Ia mengatakan alasan pelarangan tersebut karena peredaran minyak goreng curah di pasar berpotensi bahaya mengingat kualitas minyak tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak melewati pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Tidak Pro Rakyat
Pada tahun 2014, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berharap pemerintah mendatang untuk membatalkan rencana menghapus minyak goreng curah dan menggantikannya dengan minyak goreng kemasan pada 2015.
"Kebijakan ini harus ditolak karena tidak pro rakyat, terutama rakyat level bawah," kata pengurus YLKI Tulus Abadi dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (3/9/2014).
Dia menilai, kebijakan itu lebih mementingkan pengusaha minyak goreng daripada kepentingan rakyat.
"Bagi masyarakat yang berkemampuan ekonomi lebih, silakan memilih minyak goreng kemasan. Bagi masyarakat yang kehidupan ekonominya pas-pasan, masih bisa membeli yang curah," katanya.
Alasan pemerintah yang menghapus minyak goreng curah karena dianggap tidak higienis menurut dia kurang tepat.
"Kalau diprosesnya higienis, minyak goreng curah, ya aman-aman saja," katanya.
Selain itu, menurut dia, plastik curah lebih pro lingkungan daripada plastik kemasan.
Dia menilai, limbah hasil dari proses pembuatan minyak goreng kemasan juga lebih berbahaya dibanding minyak goreng curah.
Karena itu dia berharap presiden dan wakil presiden terpilih yakni Jokowi - JK bisa meninjau ulang rencana tersebut.
Sementara itu, Pengamat Sosial dari Universitas Nasional, Dr. Aris Munandar menilai kebijakan menghapus minyak goreng curah, berdampak sosial bagi masyarakat di level bawah.
"Di tengah rencana kenaikan harga BBM, TDL, dan LPJ, jelas rencana ini berdampak luas," katanya.
Karenanya, tambah dia, pemerintah harus bisa mengantisipasinya bagaimana kesinambungan ekonomi masyarakat miskin ke depan. (ANTARA)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...