Pejabat Kemanusiaan PBB Desak Israel Hapus Pembatasan di Gaza
GAZA, SATUHARAPAN.COM - Israel didesak untuk mengangkat pembatasan kebebasan bergerak bagi manusia dan barang di Jalur Gaza. Hal ini dikatakan James W. Rawley, Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Wilayah Palestina pada Kamis (4/7) seperti dikutip situs resmi PBB, un.org saat bertemu dengan para petani dan nelayan Palestina yang mata pencahariannya hancur oleh tindakan tersebut.
James W. Rawley, Koordinator Kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki, secara langsung melihat dampak dari pembatasan mata pencaharian warga Palestina saat beliau memimpin kunjungan lembaga-lembaga kemanusiaan ke Gaza.
"Dampak kumulatif blokade yang dilakukan Israel telah menghancurkan mata pencaharian sejumlah keluarga di Gaza, seperti petani dan nelayan. Beberapa di antara mereka telah mengalami hal itu selama lebih dari satu dekade," kata Rawley.
"Pembatasan ini memberikan dampak kepada mereka yang paling miskin. Pelarangan menghambat pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan ketergantungan pada bantuan,” tambah Rawley.
Nasib 1,7 Juta Orang
Kunjungan ke Gaza dilakukan Rawley saat Kantor Koordinasi untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA/Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) merilis perkembangan terbaru di mana pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang ke dan dari Gaza terus merusak kondisi hidup 1,7 juta orang.
“Banyak dari pembatasan saat ini yang awalnya diberlakukanpada 1990-an, kemudian diintensifkan pada Juni 2007, menyusul pengambilalihan oleh Hamas atas Gaza dan pengenaan blokade oleh Israel,” ujar Rawley.
Pembatasan ini telah mengurangi akses mereka ke mata pencaharian, layanan penting dan perumahan, terganggunya kehidupan keluarga, dan menggerogoti harapan rakyat untuk masa depan yang aman dan sejahtera.
Penilaian terbaru menunjukkan bahwa 57 persen rakyat di Gaza tidak punya uang untuk membeli makanan yang cukup dan 80 persen keluarga di sana menerima beberapa bentuk bantuan internasional.
“Perekonomian tetap hidup melalui belanja publik, bantuan internasional dan terowongan perdagangan ilegal, di mana ribuan pekerja terus mempertaruhkan hidup mereka setiap hari,” menurut Rawley.
Data dari OCHA menyebutkan bahwa pembatasan jangka panjang pada akses sebesar 35 persen dari lahan pertanian Gaza. Selain itu, lebih dari dua pertiga dari daerah penangkapan ikan telah diperkirakan mengalami kerugian ekonomi tahunan lebih dari 76 juta dolar.
Pelarangan yang terus berlanjut kepada transfer produk dan barang lainnya dari Gaza ke pasar tradisional di Tepi Barat dan Israel telah secara efektif mencegah pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kurang dari satu truk barang per hari (rata-rata) keluar dari Gaza pada paruh pertama tahun 2013. Sementara pada 2007 dan sebelum penutupan ada truk setiap hari.
Penghapusan Secara Penuh
Telah ada beberapa perbaikan dalam akses terhadap lahan dan laut setelah perjanjian gencatan senjata tanggal 21 November 2012. Namun, penghapusan secara penuh pembatasan akses, serta ekspor dan transfer produk, akan memungkinkan pemulihan perikanan dan sektor pertanian di sana. Sebab, kehidupan mereka bergantung pada pertanian dan perikanan, kata Rawley.
Dia juga menyuarakan kekhawatiran bahwa langkah-langkah yang dilakukan untuk menegakkan pembatasan akses di darat dan di laut terus menempatkan petani, nelayan dan warga sipil Palestina pada risiko fisik yang serius.
Rawley mengatakan bahwa Israel memiliki urusan keamanan yang sah. Tanggapan apapun terhadap mereka, termasuk pembatasan pergerakan bebas orang dan barang, harus sesuai dengan hukum internasional. Pembatasan harus proporsional dan tidak boleh hanya sekadar menghukum.
"Warga Palestina yang berada di Jalur Gaza memiliki kemampuan untuk mengembangkan komunitas mereka dan untuk membangun ekonomi lokal yang berkelanjutan," ujar Rawley. Hanya penghapusan secara penuh pembatasan jangka panjang akan memungkinkan mereka untuk melakukannya.”
Editor : Sabar Subekti
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...