Pelaku IUU Fishing Bebas, KNTI: Contoh Buruk Penegakan Hukum
TANJUNG PINANG, SATUHARAPAN.COM - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang yang membebaskan kapal MV Selin berbendera Malabo merupakan contoh buruk penegakan hukum Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing.
Hal itu dikatakan oleh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Indrajaya, dalam siaran pers, hari Sabtu (23/7). Ia menganggap kapal MV Selin berbobot 78 GT melakukan pelanggaran karena menangkap ikan tanpa izin di perairan Indonesia. Ditambah lagi, adanya nakhoda kapal yang berkewarganegaraan asing yang melanggar ketentuan imigrasi.
Untuk itu, KNTI menyatakan kekecewaan atas putusan PN Tanjung Pinang yang dibacakan pada hari Selasa 12 Juli 2016.
"Kami kecewa karena putusan ini mengkhianati konstitusi serta upaya perlindungan sumber daya perikanan dan nelayan tradisional. MV Selin melanggar hukum dengan melakukan pencurian ikan yang merugikan nelayan tradisional Kepri,” kata Indrajaya.
KNTI Kepri melihat pimpinan daerah Kota Tanjung Pinang tidak menunjukkan keinginan untuk melindungi sumber daya perikanan dan nelayan tradisional dan diduga ada permainan dibelakangnya.
Marthin Hadiwinata selaku Ketua DPP KNTI Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan menilai putusan ini menunjukkan kualitas penuntutan hukum pelanggaran IUU Fishing dari lembaga kejaksaan yang sangat lemah, padahal sangat jelas dan gamblang ditemukan adanya pelanggaran hukum.
Menurutnya, pelanggaran tidak hanya melakukan kegiatan perikanan tanpa izin, tetapi juga memasuki wilayah perairan nasional tanpa memenuhi aturan hukum imigrasi.
“Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kejaksaan Agung termasuk Mahkamah Agung harus melakukan intervensi dan pembenahan secara mendasar atas penegakan hukum IUU Fishing,” ujar Marthin.
Sebagai informasi, kapal MV Selin berbobot 78 GT dengan bendera Malabo ditangkap pada hari Sabtu 16 April 2016 di utara Bintan perairan Berakit.
Di atas kapal terdapat terdapat 17 orang yang ditahan. Mereka terdiri dari satu nahkoda yang merupakan warga negara Singapura dan tiga orang Anak Buah Kapal (ABK) warga negara Indonesia. Sisanya 13 orang penumpang yang terdiri dari tujuh orang berkewarganegaraan Singapura, dan enam orang berkewarganegaraan Malaysia.
Jaksa penuntut umum hanya menggunakan dakwaan tunggal yaitu Pasal 92 UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, tetapi tidak menggunakan ketentuan Pasal 93, dimana setiap penangkapan ikan wajib memilik izin dan pidana bidang lain terkait imigrasi seperti dalam Pasal 113 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Imigrasi.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...