Pelaku Penembakan California Pernah Belajar di Sekolah Islam Konservatif
MULTAN, SATUHARAPAN.COM – Perempuan berdarah Pakistan yang melakukan penembakan massal di California bersama suaminya minggu lalu sebelumnya menghabiskan satu tahun belajar di sebuah sekolah Islam konservatif khusus untuk perempuan di Multan, kota di Pakistan selatan.
Pejabat di kantor pusat sekolah Al Huda di Multan mengatakan bahwa perempuan bernama Tashfeen Malik, pelaku penembakan massal di California itu, terdaftar di sebuah pendidikan berdurasi 18 bulan untuk mempelajari Alquran pada 2013, berbarengan dengan ia menyelesaikan kuliah di bidang farmakologi di sebuah universitas negeri di dekatnya. Tapi dia meninggalkan pendidikan di Al Huda itu sebelum selesai karena hendak menikah.
New York Times melaporkan, seorang juru bicara untuk Al Huda, sebuah pendidikan berjaringan internasional, mengatakan Tashfeen Malik berhenti mengikuti pendidikan agama pada Mei 2014. Beberapa bulan kemudian, dia mendapat status yang memungkinkan dia melakukan perjalanan ke AS, di mana ia menikah dengan Syed Rizwan Farook.
Pasangan itu memiliki seorang bayi perempuan, enam bulan yang lalu. Kemudian, setelah diam-diam mengumpulkan persediaan amunisi dan bahan peledak buatan sendiri, mereka menyerang sebuah perayaan Natal minggu lalu di sebuah pusat pelayanan sosial di San Bernardino, California, menewaskan 14 orang dan melukai 21 orang.
Para pengeritik di Pakistan telah lama menuduh Al Huda, lembaga pendidikan yang mengharuskan perempuan menutupi wajah mereka di samping mempelajari Alquran, menyebarkan ajaran Islam yang lebih konservatif. Tapi lembaga ini tidak pernah secara langsung terkait dengan kekerasan jihadis.
Terlepas dari hal itu, konfirmasi bahwa pelaku penembakan California pernah belajar dengan kelompok Al Huda menawarkan petunjuk baru untuk mengetahui keberadaannya di tahun-tahun sebelum dia meninggalkan Pakistan dan pergi ke AS.
Tashfeen menjadi murid di Al Huda bersamaan dengan waktu tamatnya dirinya dari studi farmakologi di Bahauddin Zakariya University, juga di kota Multan. Di kantor Al Huda setempat --sebuah bangunan putih besar di lingkungan perumahan kelas atas - koordinator Al Huda, Alia Qamar, menggambarkan Tashfeen sebagai mahasiswi yang khas.
"Dia bilang dia cuti untuk menikah," kata Alia Qamar, yang berbicara kepada wartawan sambil mengenakan niqab hitam yang hanya memperlihatkan matanya. "Jika dia menyelesaikan pendidikannya di sini, saya yakin tidak ada yang seperti ini terjadi."
Pada pagi hari di sekolah itu, Tashfeen dan sesama siswi lainnya belajar menafsirkan Alquran, suatu pelajaran khas di Al Huda, yang sangat berfokus pada kitab suci Islam.
"Alquran untuk semua; di setiap tangan, di setiap hati, " demikian tertulis pada website Al Huda.
Sebelum meninggalkan sekolah itu pada bulan Mei 2014, Tashfeen telah meminta informasi tentang kemungkinan menyelesaikan studinya melalui korespondensi. "Kami mengiriminya dokumen melalui email tetapi tidak pernah mendapat balasan," kata Farrukh Chaudhry, juru bicara nasional Al Huda, yang berbicara melalui telepon dari Karachi.
Al Huda, didirikan pada tahun 1994, menarik banyak dukungan dari perempuan berpendidikan dan kaya. Biasanya, beberapa wanita beralih ke kelompok ini setelah anak-anak mereka tumbuh dewasa, kadang-kadang menyebabkan gesekan di dalam keluarga mereka karena anggota keluarga yang merasa diri kurang saleh mengeluh dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup keluarga yang lebih konservatif.
"Mereka dilatih untuk menjadi aktivis dan reformis, membawa orang kembali ke apa yang mereka sebut Islam sejati, benar dan murni," kata Faiza Mushtaq, seorang asisten profesor sosiologi di Institut of Business Administration di Karachi, yang meraih gelar Ph.D, dengan penelitian di Al Huda.
Kelompok ini juga menyediakan layanan amal seperti pemberian beasiswa pendidikan dan biro jodoh, untuk membantu orang tua menemukan pasangan yang cocok untuk anak-anak mereka.
Pendiri organisasi itu, Farhat Hashmi, seorang perempuan, tinggal di Kanada, tetapi menikmati banyak pengikut di Pakistan, yang telah berkembang berkat penggunaan media sosial. Alia Qamar, koordinator di Multan, mengatakan ia baru saja kembali dari ceramah yang diberikan oleh Hashmi di Sahiwal, kota lain di Punjab.
Pejabat dari kelompok itu menekankan bahwa walau pun mereka konservatif, tidak ada kaitan mereka dengan aksi-aksi kekerasan. Pengeritik umumnya mengakui hal itu, tetapi mereka juga mengatakan bahwa lembaga tersebut mengembangkan pikiran sempit yang berbahaya.
"Konservatisme keagamaan dan kesalehan bukan satu-satunya yang disebarkan oleh lembaga seperti Al Huda," kata Husain Haqqani, mantan duta besar Pakistan untuk Amerika Serikat, dan sekarang bekerja di Hudson Institute di Washington. "Ajaran mereka memiliki dosis yang kuat berkata 'Muslim ditakdirkan untuk memimpin dunia' dan 'Barat yang korup harus dilawan.'"
Namun, tetap saja harus diakui bahwa pandangan sempit yang dikembangkan Al Huda tidak menjelaskan transformasi seorang perempuan bernama Tashfeen menjadi pembunuh massal, kata Mushtaq, seorang sosiolog.
"Ya, Al Huda mengajarkan perempuan untuk menjadi berpikiran sempit dan doktriner. Tapi hanya sedikit sekali yang bisa menjelaskan mengapa wanita seperti Tashfeen Malik mengangkat senjata," kata dia.
Pendukung Al Huda bersikeras mereka adalah sebuah contoh transparansi. "Kami tidak perlu menyembunyikan sesuatu - itu sebabnya kami menyambut siapa pun untuk datang dan mengajukan pertanyaan di sini," kata Qamar Zaman Sheikh, seorang pengusaha dan suami dari koordinator Al Huda di Multan.
"Apa pun yang diduga dilakukan Tashfeen Malik, itu adalah tindakan individu," kata Chaudhry. "Kami tidak ada hubungannya dengan itu."
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...