Peluang Mengembangkan Kohesivitas Pemuda Pemudi Papua
SATUHARAPAN.COM - Saat ini kita sebagai bangsa Indonesia menghadapi tantangan nasional dan global tentang potret buram menyikapi perbedaan atau pluralitas. Perbedaan dianggap ancaman dan fakta yang disangkali. Orang lain yang berbeda dianggap sebagai lawan dan musuh yang harus disingkirkan dan dipersekusi. Tiada penghargaan dan saling menghormati, kemanusiaan diabaikan karena fanatisme, radikalisme dst. Akan tetapi kita masih memilih harapan melalui ungkapan Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno sangat heroik tentang masa depan Pemuda. Dia mengatakan “Beri aku 10 Pemuda, maka akan kuguncang dunia”. Benar adanya, Pemuda adalah pilar bangsa, penentu sejarah kemajuan suatu bangsa. Beberapa waktu lalu dilaunching hasil survei yang menarik terkait pemuda dan pemudi di Papua secara keseluruhan tentang asa mereka terkait masa depan di Survei Litbang Kompas, yang memiliki harapan besar yaitu 81,5% tak lagi memandang perbedaan sekat-sekat latar belakang budaya dan sosial. Sekitar 89% juga meyakini adanya kerukunan relasi antar umat beragama. Kerukunan itu juga ditandai dengan semangat tenggang rasa yang dirasakan di Provinsi Papua, maupun Papua Barat. Hasil survei ini menjadi angin segar untuk mengkaji dan mengembangkan peluang membangun Papua dan Papua Barat dari Modal Sosial Kohesivitas. Sebagaimana kita ketahui bersama Pemuda memegang peran penting menjaga perdamaian, kerukunan dan kohesi sosial.
Di Alkitab dicontohkan bagaimana kesatuan manusia ditekankan dalam melaksanakan mandat Allah, misalnya di Kejadian 1:26-28 disebutkan bahwa 1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." . Manusi diciptakan menurut gambar (bhs Ibrani: tselem) yang artinya a representative figure yaitu menggambarkan dan mewakili sosok kehadiran Allah sendiri. Sungguh mulia martabat manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa (bhs Ibrani: demutwh) yang artinya bentuk yang mengerupai Allah. Itulah sebabnya manusia yang menggambarkan dan menyerupai Allah dalam harkat dan martabatnya memancarkan kemuliaan kesatuan baik laki-laki maupun perempuan yang diberikan tugas dan mandat di bumi ini. 1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. " 1:29 Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tuhan Allah memberkati manusia untuk mampu melaksanakan mandat beranak cucu, bertambah banyak, memenuhi bumi dan menahklukan dan berkuasa. Mandat ini dimaknai sebagai kepercayaan Allah kepada manusia untuk melakukan tugas penatalayanan yang utuh dan menyatu. Prinsip kesatuan disini bukanlah keseragaman, melainkan keselarasan tindakan manusia dalam menghidupi tugas dan mandate Allah di bumi. Prinsip kesatuan disini juga adalah terbukanya ruang saling melengkapi antara manusia laki-laki dan perempuan untuk penatalayanan atas bumi yang baik adanya.
Kepentingan Politik Partisan dan Miras (Minuman Keras) Menjadi Tantangan
Disebutkan dalam survei tersebut bahwa ancaman terhadap kerukunan di Papua adalah terkait dengan kepentingan politik. Segregasi di masyarakat terkait pendukung partai politik harus diwasapadai karena mencapai nilai yang rendah hanya sekitar 55%. Oleh karenanya Partai Politik harus berusaha melakukan pencerdasan kesadaran berpolitik, sehingga perbedaan afiliasi parpol tak berujung dengan gesekan di akar rumput. Politik identitas harus dijauhi sejauh-jauhnya, sedangkan politik hati nurani yang memajukan etika politik yang beradab harus dijunjung setinggi-tingginya. Potensi gesekan tersebut juga dipicu oleh kebiasan buruk maraknya minuman keras yang sejak lama menjadi keprihatinan berbagai pihak. Minuman keras menyebabkan mabuk dan hilang kesadaran diri untuk memiliki nalar sehat dan juga berpikir cerdas. Selain itu dari aspek kesehatan, menenggak minuman keras dalam jangka panjang akan menyebabkan berbagai penyakit, terutama kangker hati. Dalam pelatihan MPI (Membangun Paradigma Inklusif) semiloka, para pemimpin gereja dan STT di Papua juga menyebutkan bahwa persoalan miras adalah ancaman bagi generasi muda dan keluarga Papua, yang bisa melumpuhkan potensi untuk bertumbuh dan maju. Harapan tentang tumbuhnya kohesivitas kaum muda, dilevel mikro(skala kecil) dan meso (skala menengah) terjalin erat kuat melampaui batasan-batasan kesukuan. Hal itu dibuktikan dari kesediaan mereka menjadikan tetangga sebagai pilihan untuk meminta bantuan yaitu mencapai 52%. Dengan demikian kohesivitas itu harus diperkuat melalui perspektif Kristen tentang kerukunan.
Bagaimana kerukunan seharusnya dikuatkan? Menurut Mazmur 133 disebutkan dalam perikop ini diberikan judul persaudaraan yang rukun oleh LAI (Lembaga Alkitab Indonesia). Kerukunan merupakan nilai estetika dari keindahan kemanusiaan ketika menempatkan sesama sebagai saudara, bukan sebagai musuh atau kompetitor. Kata rukun dalam Bahasa Ibrani ditulis dengan kata “Yachad” yang artinya bersama-sama sepakat dengan bergembira dimana setiap masalah akan ditanggung dan diangkat bersama sehingga menjadi lebih ringan diangkat. Untuk mewujudkan kerukunan, setiap orang harus mau melepaskan egonya untuk bersatu, bersekutu, bermusyawarah. Mau melakukan rapat berembug sehingga tidak merasa sendirian dalam menanggung dan memikul sesuatu beban. Dengan demikian menciptakan kerukunan perlu diupayakan diciptakan ruang-ruang perjumpaan, persekutuan untuk menemukan kesepakatan yang akan dilakukan dan dikerjakan bersama dengan gembira
Relasi antara Keadilan dan Kebahagiaan
Nampaknya eratnya antar pemuda Papua dilandasi oleh adanya perlakuan adil kepada semua suku, kelompok dan golongan, karena 60% responden mengatakan bahwa perlakuan adil rata kepada setiap suku. Hal itu juga berlaku untuk OAP (Orang Asli Papua) maupun Non-OAP yang mencapai 62% responden. Dalam perjanjian Lama, khususnya di Kitab Amos kita melihat bahwa keadilan adalah dikonotasikan sebagai perlakuan setara, tiada pembedaan atau diskriminasi yang sekaligus mencerminkan sifat Tuhan Allah Yang Maha Adil yang memperlakukan umatNya dengan keadilanNya. Tuhan Allah juga mengingatkan umatNya melalui nabi Amos, supaya setiap manusia menegakkan keadilan sebagai bagian dari ekspresi dari menegakkan keadilan Allah dan kebenaranNya. 5:7 Hai kamu yang mengubah keadilan menjadi ipuh dan yang mengempaskan kebenaran ke tanah. Keadilan ditulis dalam bhs Ibraninya adalah misphat yang artinya keadilan secara hukum, sesuai dengan peraturan, dan diputuskan oleh pengadilan yang bersih. Keadilan berkaitan dengan indeks kebahagiaan, sebab jika seseorang atau sekelompok masyarakat dipelakukan dengan adil, maka hal tersebut memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia yang berkorelasi dengan indeks kebahagiaan hidupnya. Keadilan juga terwujud dalam aspek pemenuhan kebutuhan sosial yang meliputi 89,4% hubungan dengan keluarga yang dirasa memuaskan.
Pada akhirnya konsep kesatuan, kerukunan yang menyatukan pemahaman bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang bermartabat dan juga hidup rukun, memperjuangkan keadilan demi kebahagiaan dan kesejahteraan bersama dibingkai dalam iman kepada Yesus Kristus yang telah merobohkan tembok pemisah, yaitu sekat-sekat kesukuan, ras (yang menyebabkan rasisme), kelompok dan antar golongan (yang menyebabkan masyarakat terkotak-kotak dalam segregegasi sosial dan berlaku diskriminatif) merujuk dalam Galatia 3:26-29 “ Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus, karena kamu semua yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah. Rasul Paulus kembali mengatakan “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah” (Efesus 2:19). Di dalam Kristus tidak ada lagi perbedaan kulit, suku, maupun golongan. Semua menjadi satu yaitu Keluarga Allah. Setiap orang, siapa pun itu berhak mendapatkan anugrah keselamatan.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...