Pemahaman Presiden Jokowi Soal HAM Dinilai Masih Lemah
“Presiden Jokowi masih sangat awam.”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, menilai pemahaman Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap peta persoalan masalah hukum yang menyangkut hak asasi manusia (HAM) masih lemah.
Lemahnya pemahaman Presiden dilihat dari perhatiannya terhadap persoalan isu-isu pelanggaran HAM berat masih sangat rendah.
“Presiden Jokowi masih sangat awam,” kata Hendardi di Kantor Setara Institute, Bendungan Hilir, Jakarta pada Senin (8/12).
Menurut Hendardi, dikhawatirkan Presiden Jokowi berpotensi sama dengan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menangani penyelesaian pelanggaran HAM.
“Presiden Jokowi ditakutkan akan sama dengan SBY, yang hanya akan menggunakan isu-isu HAM sebagai alat untuk menundukkan lawan politik,” kata Hendardi.
Presiden Jokowi juga dinilai tidak cukup berani mengambil keputusan-keputusan progresif terkait masalah hukum dan HAM.
“Masalah negeri ini bukan ekonomi saja seperti apa yang senantiasa menjadi orientasi dari pemerintah. Rakyat Indonesia membutuhkan Presiden yang membuat perubahan di segala bidang, termasuk di bidang hukum,” kata Hendardi.
Menteri yang Kurang Kredibel
Pemahaman Presiden yang lemah menurut Hendardi juga dilihat dari pilihan menteri-menterinya yang kurang kredibel.
Menteri yang dimaksud ialah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdjianto, serta Jaksa Agung HM Prasetyo.
Menurut pernyataan Ketua Setara Institute itu, selain karena ketiganya berasal dari partai politik dan komitmennya rendah dalam penuntasan persoalan HAM, tindakan dan kebijakan ketiga menteri ini cukup mengkhawatirkan publik.
Hendardi mengatakan, pernyataan Tedjo terkait pelanggaran HAM beberapa waktu telah melukai hati masyarakat. Sebelumnya, Tedjo mengatakan negara perlu makmur ke depan, bukan hanya mencari salah di sana-sini saat menanggapi persoalan HAM.
Untuk itu, Hendardi mengusulkan harus segera dilakukan reshuffle kabinet dan evaluasi yang tepat dalam waktu dekat. “Agar tidak terlanjur,” kata Hendardi.
Hingga saat ini, masih banyak kasus pelanggaran berat yang belum dituntaskan.
Dalam catatan Komnas HAM, ada tujuh kasus yang berhenti di Kejaksaan Agung, yakni Kasus Trisakti, Semanggi 1 & Semanggi 2, penembakan misterius, G30S/PKI, penghilangan paksa, kerusuhan Mei 98, dan peristiwa Talangsari.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...