Pembahasan Empat Poin Revisi UU Pilkada Buntu di DPR
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Draf Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan Pemerintah Daerah telah disepakati menjadi RUU usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR ke-18, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/2). Namun, setidaknya ada empat poin yang pembahasannya buntu di tingkat Komisi II.
"Itu nanti yang akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) Pilkada dengan Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri," ujar Anggota Komisi II DPR, Saan Mustopa saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/2).
Keempat poin itu yakni soal uji publik, paket atau non-paket kepala daerah, ambang batas kemenangan, dan syarat pencalonan kepala daerah. Sementara yang telah disepakati di tingkat Komisi II DPR adalah poin mengenai penyelenggara pilkada, dimana akan tetap dipegang Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan sengketa pilkada ditangani oleh Mahkamah Agung (MA).
Terkait uji publik, Saan menjelaskan beberapa fraksi ingin uji publik diubah nomenklatur dan substansinya. "Mereka ingin uji publik hanya menjadi sosialisasi. Alasan mereka, uji publik cuma formalitas," kata politisi Partai Demokrat itu.
Jika diubah, maka sosialisasi hanya dilakukan di lingkup partai. Selanjutnya, para calon kepala daerah bersosialisasi ke masyarakat. Menurut Saan, jika dimaknai sebagai langkah strategis, uji publik yang merupakan terobosan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), berorientasi meningkatkan kualitas pilkada dan kepala daerah terpilih.
"Domain uji publik di KPU dengan menunjuk tim independen. Uji publik menjadi semacam uji kelayakan dan kepatutan atau uji kompetensi, kredibilitas, dan rekam jejak calon kepala daerah. Preferensi pemilih akan lebih dalam," ujar dia.
Revisi uji publik, lanjut dia, sebaiknya tinggal soal jadwal pelaksanaannya. Itu agar prosesnya tidak terlalu panjang seperti yang dikeluhkan banyak pihak.
Lalu soal pengusungan kepala daerah apakah sepaket langsung dengan wakilnya atau tidak, kata Saan, belum semua fraksi sepakat. Fraksi Demokrat dalam sidang paripurna kemarin menegaskan agar pemilihan dilakukan non paket. Pemilihan wakil sebaiknya dilakukan oleh kepala daerah terpilih.
"Untuk soal ambang batas kemenangan ada tiga alternatif yakni 30 persen, 25 persen, dan tanpa ambang batas," tutur dia.
"Lalu terkait persyaratan calon kepala daerah, ada tiga hal yang belum disepakati," Saan menambahkan.
Ketiganya yakni persyaratan pendidikan minimal, syarat umur, dan syarat kursi pencalonan. Sebagian fraksi masih menginginkan calon kepala daerah baik Gubernur, Bupati, maupun Wali Kota cukup berpendidikan minimal SMA atau sederajat. Sementara lainnya berpendapat minimal strata-1 untuk gubernur dan diploma 3 untuk bupati/wali kota.
Kelemahan Pilkada
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto, mengatakan pemilihan KPU sebagai penyelenggara pilkada merupakan salah satu kelemahan pilkada kali ini. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), KPU merupakan rezim pemilu.
Pelibatan KPU, artinya melibatkan pula DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang nantinya akan menyidang pelanggaran etiknya. "Itulah kelemahannya. Tapi pemilihan KPU sebenarnya lebih karena alasan lembaga itu yang paling siap dan berpengalaman, jadi kita maksimalkan," kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...