Pembangunan Kapal Perintis di Surabaya Dimulai

SURABAYA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meletakkan lunas pembangunan kapal perintis di galangan kapal PT Dumas Tanjung Perak Shipyard di Surabaya, sebagai tindak lanjut dari pengadaan delapan kapal perintis Ditjen Perhubungan Laut tahun anggaran 2015- 2017 (multiyears).

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan, pengadaan tersebut merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk membangun 190 kapal hingga lima tahun ke depan. Menurutnya, kapal tersebut terdiri atas kapal patroli Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), kapal navigasi, dan kapal penumpang.

"Saya kira, pengadaan kapal kali ini paling banyak dalam sejarah Kementerian Perhubungan. Ini juga berkat rencana presiden yang ingin meningkatkan konektivitas antarpulau di daerah terpencil," katanya, Rabu (23/9).

Sejalan dengan itu, Menhub mengingatkan kepada pihak swasta atau pemenang tender, agar pembangunan kapal perintis tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur keselamatan. Selain itu, dia juga meminta agar perawatan kapal perintis dapat lebih mudah dan efektif.

Dari data diketahui, Kemenhub menandatangani kontrak dengan empat perusahaan galangan kapal, antara lain, PT Adihulung Sarana Segara Indonesia, PT Dumas Tanjung Perak Shipyard, PT Mariana Bahagia, dan PT Dok Bahari Nusantara. Total dana yang dikucurkan sebesar Rp 246,6 miliar.

Nantinya, pelaku galangan kapal akan membuat enam kapal perintis tipe 750 Dead Weight Tonnage (DWT), untuk ditempatkan di pelabuhan pangkal Makassar, Kendari, Bima, Tilamuta, Babang, dan Sanana. Sedangkan, dua kapal perintis tipe 500 DWT di Sintete dan Kotabaru.

Dalam kesempatan tersebut, Menhub juga menyebutkan, pihaknya akan membangun 190 kapal penumpang berbagai ukuran, untuk tahun anggaran 2015. Kementerian Perhubungan kata Jonan, mengalokasikan dana Rp 11 triliun untuk pengadaan kapal baru.

Kapal yang dibeli nantinya diprioritaskan memiliki bobot 750-5.000 Gross Tonage (GT). Pengadaan kapal kecil seperti di bawah 750 GT hanya diperuntukkan jarak dekat.

"Di Ternate, Tual, Maluku, kapal yang 350 GT tidak bisa jalan karena gelombang tinggi. Dipaksa jalan bisa tapi potensi kecelakaannya besar," kata Jonan.

“Kalau untuk perairan luas dan bergelombang tinggi, kapal yang dibangun paling tidak minimal mempunyai bobot 2.000 GT. Kapal dengan bobot mati seberat itu, kata Jonan, bisa menembus gelombang tinggi.

Jika dipaksa menembus gelombang tinggi dengan kapal berbobot kurang dari itu, potensi kecelakaannya tinggi. Salah satu jalur yang diprioritaskan menerima kapal besar seperti jalur penyeberangan Merak-Bakauheni.

"Saya ingin Merak-Bakauheni menggunakan kapal berbobot 5.000 GT," kata Jonan. (dephub.go.id)

Editor : Sotyati