Pembaruan Tanpa Menafikan Tradisi
Mulai dari diri sendiri.
SATUHARAPAN.COM – Sekarang ini banyak orang senang dengan semangat perubahan. Ada manusia yang mau menginvestasikan banyak hal demi sebuah kata ”perubahan”. Baik itu perubahan citra, penampilan fisik, maupun sekadar perubahan gaya.
Melakukan banyak perubahan memang bukan hal mudah. Ada banyak risiko yang harus dibayar, kadang nyawa. Selalu ada chaos dalam setiap perubahan, kalau tak ingin chaos maka hanya ada status quo.
Dunia tak pernah sepi dari tokoh-tokoh pembawa perubahan. Ada Nelson Mandela dari Afrika Selatan yang memperjuangkan kesetaraan warna kulit; Mahatma Gandhi yang memimpin kemerdekaan di India; Aung San Suu Kyi yang mengubah wajah demokrasi Myanmar; ada pula Rama Mangunwijaya yang memimpin perubahan wajah Kali Code, Yogyakarta, menjadi layak huni dan mengangkat harkat dan martabat penghuninya.
Rhenald Kasali mengatakan bahwa para pemimpin perubahan tidak pernah takut akan risiko. Ia akan terus berjuang mewujudkan karya dan impiannya meski di depannya menghadang risiko besar, sebuah ketidakpastian, kekurangan biaya, kurangnya dukungan anggota, ketidakpastian dunia, dan masih banyak lagi.
Pembaruan telah menjadi perhatian para pengamat dan pemerhati sejak awal abad ini. Dalam arti longgarnya, pembaruan dimaknai sebagai suatu upaya penyesuaian pemikiran-pemikiran kebangsaaan dan hidup di masyarakat dengan perkembangan baru yang diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Segala penghalang bagi kemajuan bangsa disingkirkan, sebaliknya segala yang bisa menunjang bagi kemajuan bangsa, diambil dan dipungut.
Dengan demikian, pembaruan bukanlah pemikiran dan gerakan yang bisa dimonopoli satu dua orang pemikir saja. Juga tidak oleh satu dua organisasi saja. Pembaruan juga bukan suatu proyek yang sekali jadi, tetapi proses yang tak pernah mengenal berhenti. Pembaruan ada selama kehidupan ada. Pembaruan merupakan respons untuk ada dan bertahan.
Dalam hal pendekatan ini, ada siasat yang ditawarkan Gus Dur, yaitu melakukan apa yang disebutnya ”membudayakan terobosan”. Mereka yang ingin melakukan perubahan, harus memulainya di lingkungan sendiri, tentu dengan risiko juga harus ditanggung sendiri. Jika nanti terbukti—hasil positif dari upaya rintisan itu—barulah akan ada pengakuan dan peniruan umat.
Untuk itu, konsep yang perlu dikembangkan adalah "Pembaruan tanpa Menafikan Tradisi".
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...