HAM
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja
22:27 WIB | Minggu, 01 Juni 2014
Pembebasan Perempuan Sudan "Murtad" Hanya Rumor
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM - Suami dari perempuan yang dijatuhi hukuman mati di Sudan karena dianggap murtad dengan meninggalkan Islam mengatakan kalau dia belum diberitahu bahwa istrinya akan dibebaskan.
Sebelumnya pada hari Sabtu (31/5) dilaporkan bahwa seorang pejabat Sudan menegaskan Meriam Yahya Ibrahim Ishag, yang melahirkan dalam tahanan, akan dibebaskan dalam beberapa hari.
Namun kementerian luar negeri Sudan mengatakan pada hari Minggu (1/6), Meriam Yahya Ibrahim Ishag hanya bisa dibebaskan setelah sidang banding yang diajukan dapat dimenangkannya.
Hukuman matinya telah memicu kemarahan internasional.
Meriam Yahya Ibrahim Ishag dibesarkan sebagai seorang Kristen Ortodoks, tetapi hakim memutuskan pada 15 Mei bahwa ia harus dianggap sebagai Muslim karena ayahnya seorang Muslim.
Dia menolak untuk meninggalkan agama Kristen dan sekarang menghadapi hukuman gantung karena murtad.
Rumor
Abdullahi Alzareg, seorang wakil sekretaris di kementerian luar negeri Sudan pada Sabtu mengatakan Meriam Yahya Ibrahim Ishag akan dibebaskan karena Sudan menjamin kebebasan beragama dan berkomitmen untuk melindunginya.
Namun kementerian luar negeri meluruskan pada hari Minggu (1/6), apa yang dikatakannya adalah di luar konteks, dan menegaskan hanya peradilan yang bisa memutuskan kasus itu.
Suami Meriam Yahya Ibrahim Ishag, Daniel Wani mengatakan tidak ada yang menghubunginya perihal pembebasan istrinya.
Dia menambahkan bahwa ia hanya mendengar dari laporan media, yang menurutnya hanyalah rumor.
"Tidak ada mediator Sudan maupun asing menghubungi saya. Mungkin ada kontak antara pemerintah Sudan dan pihak asing yang aku tidak ketahui, " kata Wani pada Mohammad Osman, koresponden BBC di Khartoum ibu kota Sudan.
"Sejauh ini saya menunggu sidang banding yang diajukan pengacara saya dan saya berharap istri saya dibebaskan."
Rabu lalu, Meriam Yahya Ibrahim Ishag melahirkan seorang anak perempuan di sel penjaranya - anak kedua dari pernikahannya pada tahun 2011 dengan Daniel Wani, seorang warga negara Amerika Serikat.
Pengadilan mengatakan Meriam Yahya Ibrahim Ishag diizinkan menyusui bayinya selama dua tahun sebelum hukuman gantung dilakukan.
Pengadilan juga membatalkan pernikahan Kristennya dan menjatuhkan hukuman 100 cambukan karena dianggap perzinahan sesuai hukum Islam.
Dalam wawancara dengan BBC, Wani mengatakan dia berharap dapat tinggal di Sudan dengan istri dan anak-anak jika dibebaskan, tetapi mungkin terlalu sulit.
"Saya akan membicarakan dengan istri saya tempat terbaik untuk tinggal. Tapi kita merasa sangat sulit untuk hidup di Khartoum setelah apa yang terjadi."
Ia juga menyatakan harapannya supaya pengadilan dapat mempertimbangkan kembali putusan tentang pembatalan pernikahan mereka.
Sudan mayoritas penduduknya adalah Muslim dan hukum Islam telah berlaku di sana sejak tahun 1980-an. (bbc.co.uk)
BERITA TERKAIT
KABAR TERBARU
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...