Pemerhati: Jokowi Ingkari Janji Kampanye Jadi Capres
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan, Joko Widodo mengingkari janji kampanyenya pada Pilkada DKI Jakarta dengan menjadi calon presiden yang diusung oleh PDI Perjuangan.
“Saya sudah memprediksi hal itu dalam berbagai analisa baru-baru ini yang tersebar di berbagai media asing,” ujar Igor di Jakarta, Jumat (14/3).
Saingan terkuat Jokowi, sapaan akrab Joko Widodo, nanti tak lain adalah Prabowo Subianto yang memiliki popularitas dan elektabilitas yang cukup sederajat dengan Gubernur DKI tersebut. “Pertarungan pada pilpres diprediksi akan sengit dan dapat berlangsung dua putaran,” ia menambahkan.
Igor mengatakan, pencapresan Joko Widodo itu merupakan pengingkaran terhadap janji kampanyenya pada Pilkada DKI Jakarta.
“Pada masa kampanye, Jokowi berjanji untuk menyelesaikan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sampai 2019.”
Pemimpin yang baik harus bisa berjanji dan menepati janjinya. Pemimpin yang buruk adalah yang tidak punya janji kepada publik, atau yang "ingkar atas janjinya".
Masyarakat, lanjut dia, bisa melihat permasalahan keselarasan yang diucapkan kemauan untuk merealisasikannya.
Apalagi segudang janji pernah digulirkan Jokowi saat membidik jabatan Gubernur DKI, seperti penanganan banjir, macet, dan sebagainya.
“Masyarakat harus lebih kritis terhadap Jokowi. Jika maju sebagai Capres 2014 nanti, apa lagi yang akan dijanjikannya? Jadi gubernur aja meleset janjinya, gimana jadi presiden?” kata dia.
Dia melihat sebagai Capres 2014, kuantitas dan kualitas kebijakan Jokowi masih belum bisa diketahui. Sangat mungkin malah akan mengecewakan rakyat Indonesia yang sudah memberikan terlalu banyak harapan untuk perubahan dan melaksanakan agenda reformasi.
“Jokowi berhasil mendekatkan diri dengan masyarakat karena praktik blusukannya. Itu bisa saja diapresiasi. Tapi seharusnya Jokowi adalah orang yang mutlak dikontrol dan diawasi. Karena bagaimanapun juga, Jokowi juga seorang politikus yang punya strategi dan motif politik tertentu. Karena itu, Jokowi perlu juga dilihat kelemahan dan kekurangannya,” ia menambahkan.
Selain itu, dia melihat para tokoh muda atau pendatang baru dianggap belum punya kapasitas jaringan yang kuat dalam sistem politik di Indonesia. Jika pun ada, mereka biasanya terpaku pada satu patron politik. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...