Pemerintah Akan Tempatkan Dokter Spesialis hingga ke Daerah Terpencil
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis (tautan: Perpres Nomor 31 Tahun 2019), pada 14 Mei 2019. Penandatanganan perpres tersebut didasari pertimbangan bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan spesialistik dilakukan melalui pemerataan dokter spesialis di seluruh wilayah Indonesia dalam bentuk pendayagunaan dokter spesialis di rumah sakit.
Dalam Perpres itu disebutkan, menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan) menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan kebutuhan dan distribusi dokter spesialis secara nasional dan berkala.
“Perencanaan sebagaimana dimaksud disusun secara berjenjang mulai dari rumah sakit, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah pusat, berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan dokter spesialis,” bunyi Pasal 2 ayat (3) Perpres itu.
Perencanaan sebagaimana dimaksud harus memperhatikan: a. jenis, jumlah, pengadaan, dan distribusi dokter spesialis; b. penyelenggaraan upaya kesehatan; c. ketersediaan rumah sakit; d. ketersediaan anggaran; e. kondisi geografis dan sosial budaya; dan f. kebutuhan masyarakat.
Adapun pengadaan dokter spesialis, menurut Perpres itu, dilakukan melalui pendidikan profesi program dokter spesialis yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, dengan cara memberikan bantuan pendanaan pendidikan melalui fakultas kedokteran dan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan profesi program dokter spesialis.
“Pendidikan profesi program dokter spesialis sebagaimana dimaksud diikuti oleh: a. mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan secara langsung; dan b. mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan secara tidak langsung,” bunyi Pasal 10 Perpres itu.
Mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan secara langsung sebagaimana dimaksud, menurut Perpres itu, merupakan mahasiswa yang menerima bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sedangkan mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan secara tidak langsung merupakan mahasiswa yang mengikuti pendidikan program dokter spesialis atau program adaptasi pada perguruan tinggi, yang mendapatkan bantuan pendanaan pendidikan dari pemerintah pusat.
Penempatan
Ditegaskan dalam Perpres itu, pemerintah pusat melakukan penempatan dokter spesialis terhadap mahasiswa yang telah lulus pendidikan profesi program dokter spesialis dan mahasiswa lulusan luar negeri yang telah lulus program adaptasi di Indonesia.
Penempatan sebagaimana dimaksud diikuti oleh: a. peserta yang merupakan mahasiswa yang telah lulus pendidikan profesi program dokter spesialis; dan b. peserta yang merupakan mahasiswa yang telah lulus pendidikan profesi program dokter spesialis atau lulus program adaptasi.
“Peserta sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. peserta penerima bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari anggaran Kementerian Kesehatan; b. peserta penerima bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari anggaran LPDP; c. peserta penerima bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari anggaran kementerian/lembaga lainnya; dan d. peserta penerima bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari anggaran pemerintah daerah,” bunyi Pasal 14 ayat (2) Perpres itu.
Peserta penempatan dokter spesialis, menurut Perpres itu, ditempatkan pada: a. rumah sakit milik pemerintah pusat; b. rumah sakit milik pemerintah daerah; atau c. rumah sakit lain yang ditetapkan oleh menteri.
“Rumah sakit milik pemerintah pusat atau rumah sakit milik pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dapat berupa: a. Rumah sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan; b. Rumah sakit rujukan regional; atau c. Rumah sakit rujukan provinsi,” bunyi Pasal 16 ayat (2) Perpres.
Untuk tahap awal, menurut Perpres ini, peserta penempatan dokter spesialis diprioritaskan bagi lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis untuk jenis spesialisasi obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif.
Selain jenis spesialisasi sebagaimana dimaksud, Perpres itui juga menyebutkan, menteri dapat menetapkan jenis spesialisasi lain yang akan menjadi peserta penempatan dokter spesialis dengan keputusan menteri.
“Jangka waktu penempatan dokter spesiaris bagi peserta sebagaimana dimaksud selarna 12 (dua belas) bulan,” bunyi Pasal 19 ayat (3) Perpres.
Perpres itu menegaskan, peserta yang sedang dalam proses penempatan atau telah ditempatkan yang lulus seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) diberhentikan dari penempatan dokter spesialis.
Selain itu, masa penempatan peserta penempatan dokter spesialis diperhitungkan sebagai masa kerja sebagai dokter spesialis.
Menurut Perpres itu, peserta penempatan dokter spesialis berhak mendapatkan: a. surat izin praktik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota; b. tunjangan; c. jasa pelayanan; dan d. fasilitas tempat tinggal atau rumah dinas yang diberikan oleh pemerintah daerah dan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan jumlah peserta penempatan dokter spesialis, kerja sama, jangka waktu, mekanisme pemberhentian peserta penempatan dokter spesialis yang diterima sebagai CPNS, dan hak peserta penempatan dokter spesialis, menurut Perpres, diatur dengan Peraturan Menteri.
Perpres juga menyebutkan, pendanaan penyelenggaraan pendayagunaan dokter spesialis ini bersumber APBN, APBD, dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 19 Mei 2019. (setkab.go.id)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...