Pemerintah Bangun Pembangkit 35.000 MW Atasi Krisis Listrik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah membangun pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW dalam waktu lima tahun (2014-2019) untuk mengatasi krisis listrik.
Menteri ESDM Sudirman Said di Jakarta, Kamis (27/11) mengatakan, saat ini, hanya sistem kelistrikan di Jawa-Bali yang memiliki cadangan daya pembangkit terhadap beban puncak (reserve margin) cukup yakni 25-30 persen.
"Sementara, Sumatera kurang, apalagi wilayah Timur lebih repot lagi," katanya.
Meski cukup, lanjutnya, sistem Jawa-Bali pun bakal kekurangan, kalau tidak cepat ditambah pembangkit dan jaringan listriknya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM pada kondisi kemarau 2014, hanya Jawa-Bali dengan beban puncak 23.900 MW yang memiliki "reserve margin" untuk sistem kelistrikan ideal yakni 31 persen.
Sementara, Sumut-Aceh dengan beban puncak 1.788 MW tercatat minus sembilan persen, Sumbar-Riau (1.194 MW) minus 2,7 persen, Sumatera bagian selatan (1.493 MW) -4,1 persen, Bangka (130 MW) -10,8 persen, dan Belitung (32 MW) 6,3 persen.
Lalu, Kalbar (406 MW) -8,4 persen, Kaltim-Kaltara (467 MW) 0,9 persen, Kalsel-Kalteng (543 MW) -0,2 persen, NTB (260 MW) -7,7 persen, Sulut-Sulteng-Gorontalo (520 MW) -6,8 persen, Sulsel-Sultra-Sulbar (1.024 MW) 21,6 persen, Maluku (140 MW) -3,8 persen, NTT (141 MW) 9,9 persen, dan Papua (205 MW) 5,8 persen.
Sesuai Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) periode 2013-2022, pada sistem interkoneksi di Jawa-Bali, reserve margin ideal antara 25-30 dengan basis daya mampu netto.
Apabila terhadap daya terpasang, maka reserve margin yang dibutuhkan sekitar 35 persen.
Sedangkan di luar operasi Jawa-Bali, reserve margin ditetapkan sekitar 40 persen mengingat jumlah unit pembangkit yang lebih sedikit, unit size yang relatif besar dibandingkan beban puncak, "derating" yang persentasenya lebih besar, dan pertumbuhan lebih tinggi dibanding Jawa-Bali.
Sudirman mengatakan, pembangunan 35.000 MW membutuhkan terobosan agar bisa sesuai rencana.
Menurut dia, sejumlah hambatan seperti pembebasan lahan dan perijinan akan diurai dan dicarikan jalan keluar.
Hambatan lain soal tarif listrik yang belum menarik dan kendala anggaran tahun jamak (multiyears) juga akan diselesaikan.
Saat ini, harga listrik seperti batubara Rp610 per kWh, gas Rp655, biomassa Rp969, dan panas bumi sekitar Rp1.000.
Pemerintah, lanjutnya, tidak hanya sekadar memenuhi energi, tapi juga mendorong industrialisasi.
Ia juga mengatakan, kondisi krisis listrik sekarang ini merupakan akumulasi beberapa tahun sebelumnya.
"Banyak hal yang bisa diselesaikan sejak lama, tapi karena `vested interest` tidak diambil," katanya.(Ant)
Editor : Eben Ezer Siadari
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...