Pemerintah Batalkan Reklamasi Pulau G
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah secara resmi membatalkan mega proyek reklamasi Pulau G milik anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudera di Teluk Jakarta karena dinilai melanggar ketentuan yaitu membahayakan lingkungan hidup, lalu lintas laut dan proyek vital.
"Komite Gabungan dan para menteri sepakat bahwa Pulau G masuk dalam pelanggaran berat karena di dekat pulau terdapat kabel listrik milik PT PLN," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dalam rapat koordinasi Penanganan Reklamasi Pantai Utara Jakarta di Jakarta, hari Kamis (30/6).
"Pulau itu juga mengganggu kapal nelayan. Sebelum pulau itu dibuat, kapal nelayan dapat dengan mudah mendarat dan parkir di Muara Angke. Tapi begitu pulau ini dibikin, daratan ditutup sehingga kapal mesti memutar dulu, habiskan solar baru bisa parkir.”
Berdasarkan analisa Komite Gabungan, secara teknis, reklamasi Pulau G dibangun sembarangan yang dampaknya akan merusak lingkungan hingga membunuh biota.
"Jadi kesimpulan kami, atas contoh pelanggaran Pulau G, kami putuskan reklamasi Pulau G dibatalkan untuk waktu seterusnya," tegasnya.
Rakor tersebut dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Oswar Muadzin Mungkasa, serta perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka menilai ada sejumlah pulau reklamasi yang melakukan pelanggaran sedang dan ringan selain pelanggaran berat yang dilakukan pengembang Pulau G.
Pulau C, D dan N dinilai melakukan pelanggaran sedang, di mana pihak pengembang diminta melakukan sejumlah perbaikan dan pembongkaran.
Pulau C dan D yang saat ini menyatu diminta untuk dipisah dengan kanal selebar 100 meter dan sedalam delapan meter agar bisa dilalui lalu lintas kapal dan agar tidak meningkatkan risiko banjir.
Sementara Pulau N yang merupakan bagian dari proyek pembangunan Pelabuhan Kalibaru milik Pelindo II dinilai melakukan pelanggaran teknis dan lingkungan hidup.
"Pengembangnya setujua untuk memperbaiki. Jadi boleh diteruskan agar rapi dan pelanggaran yang dilakukan diperbaiki," kata Rizal.
Sementara itu, pelanggaran ringan dinilai berdasarkan masalah administrasi dan proses pembangunan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dalam kesempatan yang sama menilai meski semua pihak bekerja sesuai keahlian masing-masing, kesimpulan yang didapat merupakan keputusan terbaik.
"Sudah sepatutnya dilaksanakan," tegasnya.
Nasib Pulau G
Ketika putusan tersebut sudah ketuk palu, tentunya nasib pengembang di ujung tanduk dan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Namun, Rizal Ramli tak peduli berapa besar kerugian yang akan dialami oleh pengembang. Menurut dia, itu sudah risiko pengembang karena telah melakukan tindakan tanpa dasar hukum yang jelas dan tentunya membahakan lingkungan hidup.
Selanjutnya, bagaimana dengan nasib Pulau G?
Ada kemungkinan Pemerintah akan ambil alih pulau hasil reklamasi tersebut untuk dijadikan ajang penghijauan atau konservasi.
"Apakah diambilalih negara, untuk reboisasi (penghijauan) atau konservasi agar tidak membahayakan, itu akan kami bongkar. Pokoknya kalau penggunaannya untuk reboisasi, kehutanan atau lingkungan hidup, why not (kenapa tidak)?" kata dia.
"Tujuannya biar ini di-enforce (ditegakkan). Kami tidak mau mengandalkan hanya sekedar proses hukum karena pengembang bisa sewa pengacara top, sogok-sogok. Dalam waktu dekat harus dilakukan (keputusan tertulisnya)," katanya.
Rizal juga menegaskan telah melakukan kesepakatan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak siapapun yang bersalah dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta.
"Tapi soal pengembangan, pemerintah yang akan memutuskan," ujarnya. (Ant)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...