Pemerintah Beri Relaksasi Pajak bagi Pekerja Migran Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah akan melakukan relaksasi pajak terhadap barang-barang pengiriman milik pekerja migran Indonesia (PMI).
“Presiden tadi menyetujui ada relaksasi terhadap barang-barang milik pekerja migran Indonesia. Misalnya nilai pajaknya relaksasi, mereka akan diberikan relaksasi sebesar US$1.500 setiap tahunnya dalam tiga kali pengiriman barang,” kata Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani.
Jokowi memimpin rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 3 Agustus 2023. Benny Rhamdani menyampaikan bahwa pemerintah akan melakukan relaksasi pajak terhadap barang-barang pengiriman milik pekerja migran Indonesia (PMI).
Benny juga mengusulkan kebijakan yang mengatur secara khusus mengenai barang-barang milik PMI untuk menghindari permasalahan yang terjadi di lapangan. Benny pun meyakinkan bahwa barang-barang milik PMI tidak dipergunakan untuk kepentingan bisnis.
“Tadi saya yakinkan kepada Bapak Presiden dan para menteri bahwa PMI jika membawa barang bekas itu jumlahnya pasti terbatas dan tidak untuk kepentingan bisnis. Tidak untuk diperjualbelikan kecuali untuk oleh-oleh keluarganya,” katanya.
Pembebasan IMEI
Selain itu, Benny mengatakan bahwa dalam rapat tersebut juga dibahas mengenai pembebasan international mobile equipment identity (IMEI) ponsel milik PMI. Benny menyebut, pemerintah akan membebaskan biaya pengurusan IMEI untuk ponsel milik PMI ketika tiba di Tanah Air.
“Presiden setuju terkait pembebasan IMEI HPmilik pekerja migran Indonesia ketika dia tiba di Tanah Air. Kendala pekerja migran tiba di Tanah Air itu berurusan dengan IMEI hp yang harus diubah kemudian berbiaya sangat tinggi. Presiden juga setuju khusus untuk PMI dibebaskan untuk IMEI handphone milik pekerja migran Indonesia,” katanya.
Kasus PMI Tak Digaji Paling Banyak di Arab Saudi dan Malaysia
Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI (Warga Negara Indonesia) dan BHI (Badan Hukum Indonesia) Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengungkapkan bahwa kasus terkait pekerja migran Indonesia (PMI) yang tak digaji paling banyak terjadi Malaysia dan Arab Saudi.
Judha tidak menyebut secara spesifik berapa jumlah WNI yang tidak digaji. Namun, dia mengatakan bahwa para pekerja migran Indonesia rentan mengalami eksploitasi karena tidak memiliki dokumen resmi dan masuk ke negara tujuan dengan cara-cara yang tidak sesuai prosedur.
“Status ini (tanpa dokumen resmi) membuat posisi para WNI akan rentan di negara tujuan,” kata Judha, Jumat (4/8/23) dikutip Antara. Ia menuturkan dua negara tersebut memiliki jumlah komunitas WNI paling besar dan banyak PMI yang bekerja di sektor domestik.
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat Arab Saudi dan Malaysia menjadi negara yang paling banyak dituju para pekerja migran Indonesia non prosedural dan tanpa dokumen resmi.
Arab Saudi banyak dipilih sebagai negara tujuan para PMI karena hanya membutuhkan visa umrah atau visa ziarah. Sedangkan Malaysia memiliki banyak pintu masuk perbatasan dengan Indonesia, sehingga memudahkan para pekerja migran untuk masuk tanpa dokumen resmi.
Judha mengatakan bahwa masalah keimigrasian WNI di luar negeri, termasuk WNI tanpa dokumen resmi merupakan kasus yang paling banyak terjadi di antara kasus-kasus lain seperti ketenagakerjaan, penyanderaan, perdagangan orang dan masalah haji dan umrah.
"Secara keseluruhan, Kementerian Luar Negeri RI telah menangani 17.977 kasus WNI di luar negeri dari 18.820 kasus yang masuk hingga pertengahan 2023 ini," kata Judha.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...