Pemerintah dan Pemberontak Sudan Selatan Mulai Negosiasi, Tapi Pertempuran Masih Terjadi
ADDIS ABABA, SATUHARAPAN.COM – Para pihak yang bertikai di Sudan Selatan memulai negosiasi pada hari Jumat (3/1) untuk mengakhiri koflik bersenjata selama hampir tiga pekan ini. Konflik itu dikhawatirkan menewaskan ribuan orang, dan negara termuda di dunia berada di jurang perang sipil.
Tim negosiasi pemerintah dan pihak pemberontak telah berada di sebuah hotel mewah di Adddis Ababa, ibu kota negara tetangga, Ethiopia, dengan pertemuan pertama melibatkan utusan khusus dari negara-negara regional Afrika.
Namun demikian, dilaporkan pertempuran terus berlanjut di negara itu, dan tentara pemerintah bersumpah untuk merebut kembali kota Bor dari pasukan pemberontak untuk kedua kalinya.
Pertempuran yang sedang berlangsung mendorong pejabat bantuan PBB di Sudan Selatan, Toby Lanzer, hari Jumat mengeluarkan memperingatkan bahwa tentara dan pemberontak harus melindungi warga sipil, dan pekerja bantuan, atau menghadapi risiko memburuknya situasi yang dia sebut sebagai "kritis."
AS Evakuasi Staf
Kedutaan Amerika Serikat di Sudan Selatan memerintahkan penarikan lebih lanjut terhadap staf mereka, hari Jumat. Penerbangan dilakukan untuk keperluan evakuasi baru, serta mendesak semua warga AS meninggalkan negeri itu.
Seorang tentara Sudan Selatan berdiri penjaga di Malakal di Nile Negara Atas Sudan Selatan pada 31 Desember 2013
Kadutaan itu mengatakan, akan ada penerbangan evakuasi pada hari Jumat menuju negara aman terdekat, dan menambahkan bahwa pelayanan konsuler di kedutaan itu akan berakhir hari Sabtu.
Belum Bertemu Langsung
Kementerian Luar Negeri Ethiopia menegaskan bahwa negosiasi telah dimulai, dan menambahkan bahwa blok daerah Afrika Timur (IGAD) yang membantu sebagai perantara kesepakatan dan berkomitmen untuk mendukung dengan cara apapun yang mungkin.
Sebuah sumber menyarankan bahwa para pihak mungkin tidak bertemu langsung sampai setidaknya hari Sabtu (4/1) besok.
"Kami berpartisipasi dalam pembicaraan, karena kami ingin perdamaian bagi rakyat kami, meskipun kelompok pemberontak belum menerima penghentian permusuhan," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan hari Kamis (2/1) malam.
Ribuan orang dikhawatirkan tewas dalam pertempuran antara unit tentara yang setia kepada Presiden Salva Kiir melawan aliansi pasukan milisi etnis dan para komandan militer pemberontak yang dipimpin oleh mantan wakil presiden, Riek Machar.
Pertempuran meletus pada tanggal 15 Desember di negara miskin tetapi kaya minyak itu, yaitu ketika Kiir menuduh Machar mencoba melakukan kudeta. Machar menyangkal hal itu, dan berbalik menuduh presiden melakukan pembersihan dengan kekerasan terhadap lawan-lawan politiknya. Machar menolak untuk mengadakan pembicaraan langsung dengan Kiir.
Pertempuran menyebar di seluruh negeri, dengan pemberontak merebut beberapa daerah di utara yang kaya minyak. (AFP)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...