Pemerintah Libatkan Gereja untuk Pembangunan Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Deputi V Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan HAM Strategis Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan perlu memperkuat peran gereja dalam pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 untuk pembangunan kesejahteraan di tanah Papua.
“Dalam rangka melaksanakan Inpres tersebut, salah satu bentuk pendekatan kesejahteraan yang dapat dilakukan adalah melalui pelibatan peran serta masyarakat lokal dalam pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Salah satu mitra strategis dalam mewujudkan pendekatan tersebut adalah pihak gereja,” kata Jaleswari dalam keterangannya kepada Antara, hari Jumat (13/4).
Menurut Jaleswari, keterangan tersebut telah disampaikan pada Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) 2018 yang diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) pada tanggal 9-12 April 2018 di Sorong, Papua Barat.
KGM membahas berbagai isu teraktual terkait tanah Papua, salah satunya adalah soal diterbitkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Dia mengatakan akselerasi pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian khusus bagi Presiden Joko Widodo.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo di penghujung tahun 2017 mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2017 yang kemudian memberikan arahan-arahan bagi Menteri terkait serta Pemerintah Daerah untuk melaksanakan percepatan pembangunan kesejahteraan di ke dua provinsi tersebut di berbagai bidang strategis, antara lain kesehatan, pendidikan, infrastruktur, serta tata kelola pemerintahan.
Menurut Jaleswari, dengan posisi strategis gereja yang menyentuh langsung masyarakat, pembangunan kesejahteraan di tanah Papua sebagaimana diamanatkan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2017 dapat lebih dimaksimalkan utamanya dalam hal pengawasan pelaksanaannya.
Lebih lanjut Jaleswari menambahkan bahwa Inpres ini dijalankan dengan tidak mengesampingkan pelaksanaan Otonomi Khusus yang selama ini sudah berjalan di tanah Papua.
Di kesempatan yang sama, akademisi Universitas Cendrawasih, Yusak Reba memberikan tanggapannya terkait Inpres Nomor 9 Tahun 2017.
Menurut Yusak, Inpres Nomor 9 Tahun 2017 dapat diterjemahkan sebagai bentuk percepatan yang tidak bisa dianggap sebagai pelaksanaan program dalam kondisi normal, terdapat suatu semangat untuk melaksanakan gebrakan pembangunan hingga tahun 2019.
Lebih lanjut Yusak menggarisbawahi bahwa rencana aksi dari Inpres tersebut perlu diketahui oleh masyarakat sebelum diimplementasikan, dan untuk selaras maka Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus juga melakukan program percepatan untuk mengimbangi kecepatan dari pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2017.
Editor : Melki Pangaribuan
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...