Pemerintah Perlu Kaji Wacana "Full Day School"
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Para anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD), meminta pemerintah mengkaji kembali wacana sekolah sehari penuh atau "full day school" dan penerapan Kurikulum 2013.
Sejumlah anggota Komite III DPD dalam rapat dengar kerja Komite III dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (3/10), mempertanyakan kesiapan pelaksanaan "full day school" ini khususnya untuk sarana dan prasarana serta anggaran.
Anggota Komite III DPD, Emma Yohana mengatakan, hingga saat ini masih banyak sekolah di daerah yang jauh dari harapan terutama untuk sarana dan prasarana, meskipun pemerintah telah memberikan porsi anggaran 20 persen.
"Udah diberi porsi anggaran 20 persen saja masih banyak sekolah yang minim fasilitas, sementara `full day school` membutuhkan ruangan yang memadai. Dari sisi anggaran sudah jelas anggaran bertambah. Ini perlu dipertimbangkan mengenai pengalokasian anggaran," kata senator asal Sumatera Barat ini.
Sementara itu, Wakil Komite III DPD, Fahira Idris menilai dalam menyelenggarakan pendidikan nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus tuntas atau komprehensif dan mampu menjelaskan latar belakang atau dasar dari wacana "full day school" ini.
"Kami mempertanyakan bagaimana konsep dan latar belakang dari wacana `full day school` ini, apakah Kemendikbud telah melakukan kajian komperhensif terkait dengan wacana ini?," kata Senator asal DKI Jakarta ini.
Di sisi lain, Darmayanti Lubis mendukung penerapan "full day school" untuk menanamkan pendidikan karakter. Tetapi dengan adanya kontradiksi yang muncul, dirinya ragu kebijakan ini dapat diterapkan dengan baik.
"Dengan adanya kontradiksi seperti sekarang, pemerintah perlu benar-benar mencermati apakan kebijakan `full day school` ini mendekatkan atau menjauhkan peserta didik dari keluarga," katanya.
Menanggapi hal itu,Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, revolusi mental dan pendidikan vokasi menjadi basis dari wacana "full day school" ini. Terkait polemik yang terjadi di masyarakat, "full day school" ini bukan berarti mewajibkan peserta didik seharian penuh berada di sekolah dengan beban pelajaran yang berat
"Full day school ini bukan menambah mata pelajaran tetapi menambah aktivitas yang menggembirakan yang membuat anak-anak merasa kerasan di sekolah, dengan itu kami membuat semboyan `kita jadikan sekolah menjadi rumah kedua`," katanya.
Hal lain yang juga dibahas dalam rapat kerja ini adalah penerapan Kurikulum 2013. Menurut dia, pada tahun 2015 terdapat kebijakan transisi ganda, yaitu sekolah dapat menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dalam rangka menuju Kurikulum 2013.
“Kurikulum ini tidak dipersiapkan dengan memadai hingga di awal 2016 terdapat revisi berkelanjutan terhadap kurikulum 2013. Untuk itu pemerintah merasa perlu untuk melakukan pengkajian ulang menyangkut kurikulum tersebut," katanya. (Ant)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...