Pemerintah Stop Ekspor Freeport bila Tidak Setor US$ 530 Juta
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia yang habis pada hari ini atau tanggal 25 Januari 2016, terancam tidak bisa diperpanjang, karena syarat yang ditentukan oleh negara belum dilaksanakan oleh perusahaan tambang yang berbasis di Amerika Serikat tersebut.
"Telah dilaksanakan rapat lintas kementerian dan lembaga pada tanggal 20 Januari 2016 lalu dengan berbagai syarat yang dihasilkan dan Dirjen Minerba meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk memenuhi semua persyaratan," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Kompleks Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin.
Syarat-syarat yang disebutkan oleh Sudirman tersebut yaitu, PTFI wajib menempatkan jaminan sebesar 530 juta dolar AS dalam bentuk "escrow account" di bank pemerintah yang khusus dipruntukan hanya untuk membiayai pembangunan fasilitas pemurnian (smelter).
PTFI juga diwajibkan membayar bea keluar terhadap ekspor konsentratnya sebesar lima persen sesuai dengan Tahap II sebagaimana diatur dalam PMK No 153/PMK.011/2014.
Namun, perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat belum membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) sampai saat ini dan belum membayar dana sebesar 530 juta dolar AS sebagai bukti komitmen pembangunan smelter.
"Langkah lainnya juga kami akan meminta pendapat hukum pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan TUN," ujar dia.
Di lokasi yang sama, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono mengatakan sampai hari ini belum ada tanggapan dari Freeport.
Menurut dia, jika tidak ada tanggapan yang jelas dan syarat tersebut tidak dipenuhi, maka izin ekspor konsentrat yang berakhir pada hari ini tidak akan diperpanjang.
"Belum ada tanggapan dari Freeport. Ya kalau hari ini tidak ada tanggapan, tidak ada perpanjangan. Gitu aja," kata Bambang.
Bambang mengatakan pemerintah memang tidak memberikan tenggat waktu bagi Freeport. Tetapi, lanjut dia, selama dana sebesar 530 juta dolar AS tersebut belum dibayarkan kepada pemerintah, Freeport tidak akan mendapatkan izin ekspor konsentrat.
"Tidak ada batas pembayaran. Yang pasti jika syarat itu dipenuhi, izin ekspor dikeluarkan," ucap Bambang, menambahkan.
Dari informasi yang dihimpun Antara, izin PT Freeport Indonesia untuk mengekspor konsentrat tembaga habis pada 25 Januari 2016. Pemerintah mengajukan syarat kepada Freeport jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu ingin memperpanjang izin ekspor, yang utama adalah pembangunan smelter.
Pembangunan smelter Freeport seharusya telah mencapai 60 persen pada Januari 2016. Namun kenyataannya, Freeport baru merealisasikan 14 persen, termasuk uang setoran senilai 115 juta dolar AS atau setara Rp1,61 triliun (kurs Rp 14.000/dolar AS) yang telah diserahkan tahun lalu.
Total biaya yang diperlukan untuk membangun smelter di Gresik, Jawa Timur yang akan dilakukan PT Freeport Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 miliar dolar AS. Freeport sebelumnya telah menyetor dana kesanggupan sebesar 5 persen dari perkembangan pembangunan smelter tersebut dengan nilai 115 juta dolar AS.(Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...