Pemerintah Tak Bisa Pastikan Tenggat Freeport Bangun Smelter
Luhut mengatakan Kementerian ESDM sedang melalukan kajian untuk mendapatkan solusi guna mempercepat pembangunan smelter.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pelaksana Tugas (Plt), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan tidak dapat memastikan batas waktu PT Freeport Indonesia untuk menyelesaikan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter).
“Saya belum tahu itu (waktunya) smelter Freeport,” kata Luhut Binsar Pandjaitan kepada satuharapan.com di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, hari Selasa (6/9).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu bara (UU Minerba) pasal 170, pemegang Kontrak Karya (KK) yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian di dalam Negeri selambat-lambatnya lima tahun sejak UU 4/2009 diberlakukan.
Ketika ditanyakan ketegasan Pemerintah terhadap Freeport, Luhut mengatakan Kementerian ESDM sedang melalukan kajian untuk mendapatkan solusi guna mempercepat pembangunan smelter.
“Sekarang lagi kita kaji solusinya,” kata Luhut.
Pemerintah menetapkan larangan ekspor mineral mentah sejak 2014 untuk mendorong hilirisasi mineral di dalam negeri. Peraturan pelaksanaan hilirisasi dan larangan ekspor mineral mentah tersebut baru dikeluarkan pada 2014 dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2014.
Dalam peraturan tersebut, ekspor mineral mentah hanya diizinkan terhadap perusahaan tambang yang telah berkomitmen membangun smelter dengan tenggat waktu hingga 2017.
Pemerintah masih memberi waktu kepada perusahaan-perusahaan yang berkomitmen membangun smelter hingga 2017. Namun hingga menjelang berakhirnya relaksasi pada Januari 2017, masih banyak yang belum menyelesaikan pembangunan smelter di antaranya Freeport dan Newmont.
Ketika ditanya apa sanksi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan tersebut jika tidak dapat membangun smelter hingga batas akhir waktunya, Menteri Koordinator Kemaritiman itu mengatakan untuk tidak berspekulasi.
Luhut mengatakan tengah merevisi UU Minerba tersebut untuk kembali melonggarkan ekspor mineral mentah supaya pembangunan smelter diwujudkan.
“Kita jangan berandai-andai dulu, sekarang kita lagi kerjakan (revisi UU Minerba). Kita lihat saja,” kata Luhut.
Baru Capai 14 Persen
Sebelumnya Luhut menyatakan kekecewaan terhadap PT Freeport Indonesia terkait pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) tembaga yang dinilai belum signifikan.
"Smelter Freeport mengecewakan kami," kata Luhut kepada wartawan di Jakarta, hari Kamis (1/9).
Luhut mengatakan progres smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur (Jatim), hingga bulan ini baru mencapai 14 persen berkaitan dengan urusan administrasi dan belum pada pembangunan fisik bangunan pabrik.
"Smelter Freeport baru 14 persen. Belum ada pembangunan fisik. Ini baru administrasi," katanya.
Menurut Luhut, lambannya progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral dikarenakan Freeport butuh kepastian usaha pasca kontrak karya berakhir di 2021. Setelah ada mendapatkan perpanjangan usaha maka pembangunan smelter bisa kembali dilanjutkan.
"Mereka ingin perpanjangan kontrak, baru bangun smelter," katanya.
Freeport akan membangun smelter dengan kapasitas bahan baku mencapai 2 juta ton konsentrat tembaga. Investasi fasilitas itu mencapai US$ 2,1 miliar.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...