Pemilu 2014: Pelaku UKM Perlu Bantuan Promosi
SATUHARAPAN.COM – Pelaku industri kreatif bukan hanya mengharapkan bantuan permodalan. Terlebih penting adalah bantuan kesempatan untuk pengembangan usaha. Bagi pelaku industri kreatif, bantuan itu dapat berupa kesempatan promosi melalui berbagai pameran, di dalam ataupun di luar negeri, program pelatihan, program pendidikan, dan program kerja sama antarpelaku industri kreatif.
Pernyataan itu dikemukakan Rukmi Indrati (42), pemilik brand Kain dari Indonesia yang memproduksi tas-tas berbahan kain tradisional. Harapan Iin Sofjan, panggilan akrabnya, itu dikemukakan berkaitan dengan tibanya musim politik, menjelang pemilihan anggota legislatif.
Iin mengakui kesempatan berpromosi melalui pameran sebenarnya sudah cukup banyak. Hanya saja biaya keikutsertaan lumayan tinggi. “Ini menjadikan program promosi melalui pameran kurang efektif karena industri kreatif yang bisa ikut terbatas jumlahnya. Hanya yang mampu membayar biaya pameran yang kisarannya di atas Rp 10 juta yang bisa ikut,” ia mencontohkan.
Sejauh pengamatan Iin, biaya pameran di luar negeri justru relatif lebih murah, hanya informasinya masih kurang. “Tidak banyak pelaku industri kreatif yang dapat mengakses informasi dan peluang pameran di luar negeri. Kalaupun ada, kementerian yang memfasilitasi keikutsertaan pelaku industri kreatif dalam pameran di luar negeri, masih terbatas sekali kesempatannya. Pelaku industri kreatif yang diajak kebanyakan itu-itu saja. Jadinya, ya sama juga bohong. Tetap banyak yang belum tersentuh,” kata Iin, yang lebih sering ikut pameran di luar negeri atas biaya sendiri.
Seyogianya informasi dan kesempatan disebarluaskan merata bagi pelaku industri kreatif, dengan membuat database, kirim surel, atau surat ke pelaku industri kreatif setiap kali ada kesempatan untuk promosi atau pelatihan. “Dan keikutsertaan masing-masing pelaku industri kreatif dipantau, jadi semua dapat kesempatan sama,” ia mencontohkan.
Tentu menyenangkan jika di antara legislator ada yang mempedulikan dan mencurahkan perhatian untuk pengembangan industri kreatif. “Kalau memang ada, tentu sebagai pelaku industri kreatif akan sangat senang kalau legislator bisa membantu memajukan industri kreatif,” katanya.
Bantuan yang sesuai dengan posisi mereka sebagai legislator tentunya berhubungan dengan perundang-undangan. Iin menyebutkan legislator bisa membantu melalui aturan perizinan yang lebih fleksibel, aturan perbankan yang lebih sederhana, aturan ekspor-impor yang lebih ringkas, dan lainnya, yang intinya tidak mempersulit industri kreatif untuk berkembang.
Mandiri Memasarkan ke Luar Negeri
Melalui brand Kain dari Indonesia, Iin memproduksi hand bag, tote bag, hobo, duffel bag, shoulder bag, aneka dompet, clutch atau tas pesta, hingga notebook bag.
Tersirat pada namanya, aneka produk Kain dari Indonesia dibuat dengan bahan utama kain Indonesia. Sebagian besar batik, termasuk batik lawasan, sebagian lagi kain tenun. Kain-kain tradisional itu dipadukan dengan kulit binatang reptilia (ular), kulit domba, kurduroi (corduroy), dan suede. Dua yang disebut belakangan itu jadi pilihan jika konsumen tidak menyukai kombinasi kulit binatang.
Daya tarik terutama terlihat dari tampilan motif dan pilihan warna. Yang istimewa, Iin membuat produk eksklusif. Satu desain satu item.
“Sejujurnya, pasar tas kain-kain tradisional Indonesia saat ini tengah jenuh,” ujar Iin mengenai usahanya.
Banyak rekan pelaku industri kreatif sejenis mulai goyah. Beberapa bahkan sudah mulai tutup. Iin bersyukur masih bisa bertahan, dan pelan-pelan mulai melirik pasar luar negeri. “Tidak mudah memang karena kebetulan barang-barang yang saya buat bukan barang produksi massal, jadi target market saya tidak sefleksibel yang lainnya,” ia menambahkan.
Ia bersyukur usahanya mulai menampakkan hasil. “Walaupun jumlah permintaannya belum besar, tapi alhamdulillah tas saya sudah rutin mejeng di satu butik di Buenos Aires di Argentina, dan saat ini saya sedang bernegosiasi dengan pemilik butik di Praha di Ceko, dan Toronto di Kanada,” kata sarjana S1 Sastra Cina lulusan Universitas Indonesia itu.
Selain menjajal pasar luar negeri, ia mencoba masuk ke bidang Concept Fashion, yang menyediakan kebutuhan fashion mulai dari kepala sampai kaki. “Wanita senang sekali memakai segala sesuatu yang mempunyai unsur kesamaan, misalnya baju merah, sepatu dan tasnya ada unsur merahnya juga,” kata Iin, yang juga mengantongi ijazah D3 bahasa Jepang.
Iin masih menghadapi kendala permodalan. Namun, sampai saat ini ia bertahan memakai modal sendiri. Walaupun belum sampai merugi, ia merasa berat. Hanya karena membayangkan persyaratan dan prosedur yang merepotkan ia enggan mengajukan pinjaman ke bank.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...