Pemimpin APEC Sepakati Upaya Pemulangan Paksa Koruptor
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Para pemimpin Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) akan menandatangani sebuah deklarasi kerjasama yang belum pernah disepakati sebelumnya. Deklarasi kerjasama itu menyangkut upaya bersama untuk menjalin jejaring mengekstradisi para koruptor di kawasan APEC.
South China Morning Post (SCMP) yang melaporkan berita ini (7/11) mengutip Direktur Eksekutif Sekretariat APEC, Alan Bollard, yang mengatakan bahwa lembaga-lembaga penegakan hukum di seantero APEC untuk pertama kalinya akan saling berhubungan dalam menyelidiki kasus-kasus korupsi, mengadili dan memenjarakan para pelakunya, serta merampas aset-aset curian mereka yang disimpan di luar negeri.
Bollard mengatakan langkah ini akan menandai sebuah pergeseran dari kebijakan menjadi implementasi, namun masih harus disetujui bersama oleh para anggota APEC. Deklarasi itu diharapkan akan ditandatangani pada pertemuan pemimpin APEC yang berlangsung di Beijing, 10-11 November ini. Presiden Joko Widodo menghadiri pertemuan ini.
"Kini kita memiliki para praktisi yang akan bersama berunding mengenai kasus-kasus tertentu dan berbagi informasi serta berbagi wewenang yang bisa diberikan yang sejalan dengan hukum di masing-masing negara (APEC)," kata Bollard.
Para analis setempat mengatakan deklarasi ini merupakan peringatan bagi para koruptor Tiongkok. Namun upaya ekstradisi masih akan menemukan jalan panjang mengingat belum ada perjanjian mengenai hal itu antara Tiongkok dengan negara-negara lainnya.
Zhang Lijun, Ketua Dewan Pengembangan APEC Tiongkok berkata, "Anda akan mengetahui rinciannya dalam dua hari ke depan. Akan ada kesepakatan-kesepakatan makro dan asistensi mikro diantara negara-negara APEC."
Gurubesar Ilmu Hukum Universitas New York Jerome Cohen mengungkapkan banyak para pejabat Tiongkok yang diyakini kabur ke negara-negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Tiongkok.
Selama ini, Amerika Serikat, Australia, dan Kanada menjadi destinasi utama para pejabat korup Tiongkok serta dana-dana hasil korupsinya, tetapi semua negara ini tidak memiliki perjanjian kerjasama dengan Tiongkok.
"Negara-negara demokrasi liberal berhati-hati dalam membuat perjanjian ekstradisi, karena itu akan menjadi jalan untuk mengirimkan kembali warga Tiongkok (di luar negeri yang melanggar hukum) guna dituntut dan diadili oleh sistem hukum yang tidak memenuhi standard-standard internasional, karena proses hukumnya," kata Cohen.
Sebagai catatan, ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangka kriminal ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk menjalani persidangan atau, tersangka tersebut sudah disidang dan ditemukan bersalah, menjalani hukumnya.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...