Pemimpin Gereja dan WHO Adakan Diskusi Panel tentang COVID-19
SATUHARAPAN.COM – Selama krisis COVID-19 berlangssung, gereja tetap melayani kebutuhan spiritual dan sosial orang-orang yang terimbas pandemi yang mencengkeram dunia, dan peran utama itu disorot oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pada 31 Maret 2020, panel yang terdiri atas pemimpin gereja dan para ahli medis berdiskusi dalam pertemuan jarak jauh, memanfaatkan webinar, untuk mengatasi tantangan global pandemi COVID-19 dari perspektif medis, moral, dan spiritual.
Sekretaris Jenderal Demisioner Dewan Gereja Indonesia (World Church of Churches/WCC), Pendeta Dr Olav Fykse Tveit, memandu sesi 60 menit yang disiarkan televisi sebagai salah satu tugas terakhirnya.
“Kita bersyukur atas isyarat atau tanda-tanda konkret kolaborasi antara gereja-gereja dan pemerintah dan organisasi internasional, terutama WHO, pada saat ini,” kata Tveit pada pembukaan diskusi.
Ia mengatakan, di seluruh dunia, virus corona baru penyebab COVID-19 sangat menguji sistem pemerintahan dan kesehatan masyarakat, kepemimpinan, dan solidaritas.
“Sebagai orang beriman, kita berdiri bersama Allah Yang Empunya Kehidupan, sumber dari semua keberadaan, kehidupan, dan kesehatan. Dan, kita berjanji setiap upaya kita untuk melindungi dan menjaga kehidupan, untuk meningkatkan kesehatan, dan untuk meningkatkan prospek orang yang sakit, rentan, terpinggirkan, dan orang tua. Itulah siapa kita, itulah yang kita lakukan, itu sebabnya kita ada di sini.”
Turut serta pemimpin gereja di panel adalah Dr Sarah Hess, dari Jaringan Informasi Organisasi Kesehatan Dunia untuk Epidemi, Program Keadaan Darurat Kesehatan.
Pdt Tveit menambahkan, “Kita patut bersyukur hari ini dapat mengumpulkan orang-orang gereja dari seluruh dunia untuk berunding tentang pandemi, untuk belajar dari mitra kita di Organisasi Kesehatan Dunia.”
Semua Terdampak dalam Beberapa Cara
Hess mencatat meningkatnya jumlah kasus yang telah melampaui 700.000 pada hari itu dengan lebih dari 35.000 kematian global.
“Dapat kita katakan, semua orang, di mana pun, terdampak dalam beberapa cara, bahkan pada saat menampilkan slide ini dan memberikan presentasi ini. Jumlahnya berubah dengan cepat,” katanya.
Hess mengatakan, sebelumnya, wilayah Lombardia di Italia, dan wilayah China, adalah yang paling parah terkena dampaknya. Tetapi, sekarang kota-kota seperti Madrid dan New York tiba-tiba mengalami peningkatan kasus yang ekstrem dan peningkatan jumlah kematian.
Ia mencatat salah satu tantangan yang dihadapi WHO adalah bahwa “orang tua lebih berisiko terserang,” dan tantangan besar lain adalah kesehatan mental bersama dengan tantangan sekunder dari isolasi dan karantina.
“Kita perlu mempertimbangkan dengan cermat bahwa bagi banyak orang, rumah itu bukan tempat yang aman, di mana Anda memiliki kasus kekerasan dan pelecehan dalam rumah tangga. Kami benar-benar menganggap ini sebagai tantangan utama yang harus kami atasi,” kata Hess.
“Jadi, kami di WHO merasa mendapatkan kehormatan untuk mulai mengadakan percakapan dan hubungan dengan komunitas agama di seluruh dunia, karena kami memang melihat pekerjaan itu, pekerjaan yang Anda lakukan, dan peran yang ada yang Anda mainkan dalam kehidupan jutaan orang, orang-orang yang menghadapi masa-masa sangat kritis saat ini.”
“Di Afrika, Asia, Eropa, Amerika Utara, atau di tempat lain, setiap wilayah menyajikan tantangan tersendiri bagi misi gereja dan kehadiran penyembuhan, bahkan terlepas dari aset medis yang ditawarkan banyak gereja dalam situasi ini.”
Gereja Mendampingi Jemaat melalui Ibadah Online
Dua pemimpin gereja Asia, Pendeta Dr Hyunju Bae dari Gereja Presbiterian Korea, anggota Komite Eksekutif WCC, dan Dr Mathews George Chunakara, Sekretaris Jenderal Konferensi Kristen Asia (CCA), berbicara tentang upaya gereja untuk mengikuti pedoman WHO tentang jarak sosial.
“Konstituen ekumenis di Korea telah secara aktif bekerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan para ahli medis untuk menghadapi pandemi dan untuk mencegah penyebaran dari tahap awal wabah, hingga saat ini, sangat merekomendasikan penutupan total, dan gereja-gereja mendampingi jemaat mereka kebanyakan melalui ibadah online,” kata Bae.
Juga turut serta berdiskusi di webinar adalah Uskup Agung Telmessos, Perwakilan Tetap Patriarkat Ekumenis untuk WCC; Pdt Ebun James, Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Gereja-gereja di Sierra Leone; Dr Olivia Wilkinson dari Inisiatif Pembelajaran Bersama tentang Iman dan Komunitas Lokal; Dr Katherine Marshall, rekanan senior di Sekolah Pelayanan Luar Negeri Walsh dan Direktur Eksekutif Dialog Pengembangan Agama Dunia, Pusat Berkley untuk Agama, Perdamaian, dan Urusan Dunia; Dr Mwai Makoka, eksekutif program WCC untuk Kesehatan dan Penyembuhan. (oikoumene.org)
Editor : Sotyati
India Rayakan Diwali, Menyalakan Lampu Tanah Liat Yang Jumla...
LUCKNOW-INDIA, SATUHARAPAN.COM-Jutaan warga India mulai merayakan festival lampu Hindu tahunan, Diwa...